Batu Darah Kristus dan Langkanya Ginggang Luk Ulo

KEBUMEN - Perajin batu mulia Kebumen Jawa Tengah punya cara tersendiri dalam mangais untung dengan booming batu mulia sembari tetap menjaga keseimbangan alam dari potensi eksploitasi. "Kami melakukan kaderisasi sebanyak-banyaknya pemuda karangtaruna biar mau jadi perajin," ujar salah satu sesepuh perajin batu mulia Kebumen Jawa Tengah, Aris Panji 52 tahun kepada Tempo di sela mengikuti pameran batu mulia di Kota Yogyakarta.

Aris menuturkan, booming batu mulia saat ini, sepanjang pengalamannya menekuni bidang tersebut sejak tahun 1985, sudah kali kedua terjadi. Pasca 20 tahun silam, saat batu mulia pertama booming di tanah air. Namun, akibat eksploitasi besar-besaran, sumber bahan batu yang menjadi ciri khas Kebumen justru 'punah' alias sudah sangat sulit ditemukan.

Bahan batuan yang hilang sumbernya itu salah satunya jenis Ginggang Luk Ulo. Luk Ulo, merujuk sebuah nama alur sungai purba Luk Ulo, yang mengalir tak jauh dari kawasan situs Gunung Karangsambung Kebumen.

Jenis Ginggang Luk Ulo ini kata Aris, sempat berjaya beberapa waktu terakhir
saat diikutkan dalam kontes batu mulia. Seperti yang terjadi awal Januari 2015 lalu di Bali, Ginggang Luk Ulo ini jawara. Juga ketika dilombakan di Australia pada Januari 2015 lalu.

Ginggang Lukulo asal Kebumen merupakan batuan mulia yang dipercaya berusia paling purba yang terbentuk bersamaan terbentuknya aliran sungai Luk Ula dan situs purba Karangsambung. Batuan itu disinyalir salah satu jejak proses jutaan tahun silam yang ditandai pengangkatan dasar samudera hindia di wilayah itu setelah terjadinya tumbukan lempeng antar benua, eurasia dan samudera Hindia.

Di kawasan sumber batu ginggang Luk Ulo itu tak jauh dari museum geogologi serta balai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Ginggang Luk Ulo yang bercirikhas memiliki guratan seperti serat rambut dan mampu memendarkan tujuh warna pelangi saat disorot cahaya. Batu ginggang ini awalnya banyak dibuat oleh para perajin di Desa Peningron, Kelurahan Pejagoan, Kebumen. Namun kini tak ada lagi perajin di sana yang bisa menemukan ginggang itu.

Pasca ginggang Luk Ulo langka, kini perburuan batu mulia gantian menyasar jenis Badar Besi (Red Magnet) yang terdapat di Gunung Buluberas Desa Karanggayam atau barat situs Karangsambung.

"Kami cegah agar Badar Besi ini bukan jadi satu-satunya yang diburu, tapi menggali potensi batu lain di lain titik," kata Aris yang tinggal di jalan Sawo Kebumen itu.

Untuk mencegah perburuan menyasar pada satu jenis batu, komunitas Badar Besi Aris yang kini beranggotakan 16 perajin itu awal tahun ini melakukan kaderisasi dalam bentuk pelatihan gratis, Terutama pada pemuda putus sekolah, pengangguran, dan juga bekas preman. "Ada 150 orang angkatan pertama yang kami latih membuat batu akik sekaligus menjaga agar tak menjual batu berbentuk bongkahan," kata dia.

Aris pun tengah menyiapkan sebuah komunitas besar berbentuk paguyuban bernama Komunitas Batu Akik Kebumen yang disingkat Kobam. "Tujuan komunitas ini menemukan dan berbagi potensi batu mulia lain yang bisa diolah dan ditingkatkan nilai jualnya, agar tak terpaku pada satu sumber yang merusak alam," kata dia.

Jenis batuan mulia di Kebumen dinilai Aris kaya jenis. Hanya belum ada fasilitator untuk menelitinya. Misalnya salah satu anggota komunitas Badar Besi beberapa waktu lalu menemukan jenis batu persis tekstur Chrisophrase di sekitar situs Karangsambung yang selama ini hanya dianggap ada di Lima, Peru dan Pantai Gading Afrika.

Ada pula jenis batuan lain di Karangsambung yang menarik sejenis Badar Besi yang tidak hanya berwarna merah cabe. Seperti Nogoswi (darah Kristus), Jesper Tukul dan Pancawarna.

PRIBADI WICAKSONO / TEMPO


SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2015/02/batu-darah-kristus-dan-langkanya.html#ixzz3SFCL2vMV