Ratusan Sapi di Kebumen Terkena Virus LSD, Bupati Minta Penanganan Serius

KEBUMENKAB. GO. ID - Setidaknya ada 135 kasus sapi di Kebumen terkena virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit kulit seperti cacar yang merembak di sejumlah wilayah. Penyakit ini tengah dilakukan penanganan serius oleh pemerintah daerah sesuai arahan Bupati Arif Sugiyanto.


Meski belum ada kasus kematian sapi yang terkena penyakit LSD ini, namun Bupati menyatakan, upaya penanganan atau penyembuhan dari penyakit ini harus dilakukan secara serius. Sebab jika tidak, akan merugikan dan merepotkan para peternak sapi. 


"Bagaimana pun yang namanya penyakit atau virus harus ditangani, disembuhkan. Jangan sampai dibiarkan. Harus ada keterlibatan pemerintah untuk membantu peternak dalam proses penyembuhan agar sapi-sapi mereka tetap sehat, gemuk, dan punya nilai jual yang tinggi," ujar Bupati di Pendopo Kabumian, Selasa (21/2).


Bupati menyatakan, tim kesehatan hewan dari Dinas Pertanian dan Pangan (Distapang) Kebumen juga tengah melakukan berbagai upaya penyembuhan, dengan melakukan gerakan pembersihan kandang, kemudian vaksinasi, pemberian obat. Termasuk gencar melakukan sosialisasi pencegahan penyakit.


"Virus ini ditularkan melalui lalat dan nyamuk, jadi upaya yang dilakukan salah satunya dengan vaksinasi, pembersihan kandang, dan juga pemberian obat, termasuk sosialisasi pencegahan sudah dilaksanakan dinas terkait," ucapnya.


Sementara itu, Dokter Marti Ike Wahyu Erawati selaku Subkoordinator Kesehatan Hewan Distapang Kebumen menambahakan, virus atau penyakit ini ditularkan melalui lalat. Dari 135 kasus berdasarkan data terakhir, enam di antaranya dinyatakan sembuh, kemudian satu ekor dilakukan pemotongan bersyarat, dan nol kematian.


"Virus ini ditularkan melalui lalat, di Kebumen sendiri sudah ada 135 kasus, paling banyak terjadi di Kecamatan Buluspesantren, ada 102 kasus," ujar Dokter Wahyu.


Dokter Wahyu menuturkan, sampai saat ini upaya pembersihan kandang dengan cara Fogging belum disarankan oleh Balai vektor, Karena dosis insektisida pada lalat lebih tinggi daripada pada nyamuk. Kemudian belum ada uji klinis dampak fogging pada lalat kaitan dengan keamanan pada manusia, hewan dan lingkungan. 


"Dampak pada nyamuk terbukti membuat nyamuk dilingkungan tersebut menjadi resisten dan kontraproduktif dengan program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dari Puskesmas atau Dinkes," terangnya.


Karena itu lanjut, Dokter Wahyu, B2P2VRP Salatiga juga tidak merekomendasikan fogging lalat. Caranya cukup dengan memutus rantai perkembangan biakan lalat, dengan membersihkan lingkungan, menyiram dengan air panas tempat bertelurnya lalat atau berkembangbiaknya lalat, membuang kotoran ternak di tempat lapang yang terkena matahari langsung dan seterusnya.


"Kita juga telah membuat Gerakan Kebersihan Kandang (GERSIDANG) secara serentak di seluruh Wilayah Puskeswan sebagai solusi, termasuk pemberian vaksinasi," jelasnya. (al/dp)