Perajin Selendang Tritig Surotrunan Menyusut

KEBUMEN  - Pembuatan selendang 'tritig' di Desa Surotrunan Kecamatan Alian Kebumen semakin surut semakin berkuranganya para perajin. Saat ini hanya tinggal 3 perajin saja yang masih bertahan memproduksi selendang yang didominasi warna merah ini.

"Kini yang masih bertahan hanya saya, anak saya dan Ratem (70)  tetangga saya. Bahkan, sudah satu bulan terakhir ini hanya saya dengan anak saya saja yang membuat, karena Ratem (70), tengah sakit," ungkap  Ny Musirah 75), perajin selendang tritig Surotrunan, di rumahnya, Minggu (09/02/2014).

Dia bersama dengan Mustikomah (50), anaknya, setiap Jum'at pagi sampai Sabtu sore bahu membahu memproduksi 1,5 sampai  2 kodi selendang. Setelah itu, pada Minggu siang puluhan lembar selendang itu pun siap dipasarkan ke Pasar Tumenggungan. Hasil penjualan kemudian dibelikan kain mori tebal beserta pewarna jenis <i> Nathol <p>. Adapun harga selendang besar Rp 7.500,-/lembar dan selendang kecil Rp 6.000,-/ lembar. 

"Pedagang langganan kami saat ini hanya tinggal satu orang saja. Kalau dulu, saat jumlah perajin masih banyak, banyak pedagang yang  kulakan selendang ke sini untuk dijual lagi ke berbagai daerah di luar Kebumen," beber Musirah.

Tentang riwayat kerajinan selendang khas Surotrunan itu, Musirah dan Mustikomah mengaku tak tahu secara pasti. Namun kerajinan itu sudah ada di Surotrunan sejak Musirah masih kanak-kanak. Jumlah perajin yang  terus menyusut, elain tak ada upaya regenerasi, karena belum ada anak muda setempat  yang berminat jadi penerus pembuat kerajinan itu. (Dwi) (KRjogja.com)