Biaya Melejit Nelayan Menjerit

 

AYAH - Sejak pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) para nelayan di pesisir Kecamatan Ayah, Kebumen kelimpungan. Bagaimana tidak, kenaikan premium dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.500/liter mengakibatkan biaya operasional melaut melejit.

Para nelayan tambah menjerit karena di tengah tingginya biaya operasional tangkapan sepi. Tingginya gelombang yang disertai angin kencang membuat sebagian besar nelayan tidak melaut, bukan untung yang didapat tetapi justru kerugian.

"Sebagian nelayan memilih mencari rumput untuk ternak sapi atau beralih ke sawah," ujar Basmin (50) anggota Kelompok Nelayan Mina Lestari Desa Argopeni, kepada Suara Merdeka di Pantai Pedalen, kemarin.

Suman (35) anggota Kelompok Nelayah Mina Guna Desa Argopeni yang mengaku nekat melaut tidak mendakat untung.

Selama dua hari melaut dia menghabiskan 80 liter bensin. Ditambah dengan logistik sekitar Rp 350.000 biaya operasional melaut lebih dari Rp 1 juta. Padahal hasil tangkapan ikan saat dilelang hanya laku Rp 1,2 juta.

"Ya, tidak dapat untung apa-apa," ujar Suman yang melaut bersama satu orang rekannya.

Bensin Eceran

Dia mengakui, para nelayan di Ayah lebih memilih membeli bensin eceran dengan harga Rp 8.000/liter ketimbang membeli di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) dengan harga Rp 6.500/liter. Pasalnya jika mereka membeli bensin eceran mereka bisa membayar di belakang.

"Saat akan melaut kami tidak mesti memiliki uang untuk membeli bensin. Kalau membeli bensin di SPBN harus bayar di depan tidak boleh ngutang. Lagipula tempatnya cukup jauh," keluhnya.

Menurutnya Suman, para nelayan mengaku terpukul dengan kenaikan harga BBM. Pasalnya, kenaikan harga BBM tidak dibarengi dengan kenaikan harga lelang ikan di tingkat nelayan. Diharapkan pemerintah dapat memperhatikan nasib nealyan kecil seperti dirinya. (J19-91)

sumber : suaramerdeka.com