Tak Berlahan, Batu Bata Diproduksi di Bahu Jalan



SUARA bising kendaraan selalu saja menemani kesibukan Suripah (43) saat membuat batu bata. Meskipun kebisingan itu sangat menganggu telinga, namun warga Dusun Kalisalam, Desa Kalibagor, Kecamatan Kebumen ini tetap tak beranjak dari posisinya.

Ia tetap sibuk dengan adonan tanah yang dicetak menjadi batu bata di tepi jalan raya yang menghubungkan Kutoarjo-Kebumen. Suripah setiap hari selalu sibuk membuat batu bata di tepi jalan raya. Jarak antara jalan raya dengan lokasi Suripah berdiri hanya berjarak satu meter.

Kebisingan kendaraan yang lalu lalang dan risiko lainya tak lagi ia hiraukan. Demi mendapatkan rejeki untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Suripah rela berjibaku dengan pekerjaan tersebut yang terbilang cukup berat dan berbahaya.

Saat Suara Merdeka berkunjung ke lokasi kerja Suripah mengaku tidak ada pilihan lain. Ia terpaksa memanfaatkan bahu jalan raya sebagai tempat membuat batu bata. "Saya tidak punya lahan," aku dia, Selasa (6/11).

Tanah yang ia cetak menjadi batu bata itu pun bukan mengambil dari tanah pekarangan miliknya, melainkan hasil beli dari salah satu tukang jual tanah di wilayah tersebut.

Sebenarnya dia sendiri mengakui, tindakan tersebut menyalahi aturan dan terbilang berbahaya. Bisa saja sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di jalan tersebut yang bisa mengancam keselamatan Suripah. "Habis mau bagaimana lagi. Saya disini hanya numpang cari makan," tutur dia.

Dirasakan yang lain

Potret keterbatasan yang dilakoni Suripah juga dirasakan warga Kebumen lainnya. Di sebelah barat Kota Kebumen juga banyak terdapat perajin batu bata yang memanfaatkan bahu jalan untuk lokasi kerja membuat batu bata.

Selain Suripah, Saefudin (50) yang tak lain suami Suripah juga memiliki kesibukan serupa. Saat tidak ada orang yang menginginkan jasa tenaganya, Saefudin selalu membantu Suripah.

"Suami saya kadang-kadang juga membantu, kalau lagi nganggur," terang dia.

Dalam satu hari, ibu lima anak ini mampu mencetak sekitar 500 buah batu bata. Sementara harga tanah setiap mobilnya Rp 150.000.

Satu mobil tanah tersebut bisa diproduksi batu bata sebanyak 1.200 buah. Setelah terkumpul, batu bata tersebut kemudian dibakar dan dijual seharga Rp 450.000 per seribunya.

Meskipun demikian, Suripah mengaku hasil yang diperoleh dari usaha tersebut hanya cukup untuk biaya makan keluarga. "Hasilnya masih lumayanlah, daripada nganggur," ucap dia. (Rinto Hariyadi-86)

sumber suaramerdeka