Panjer Cikal Bakal Kebumen
Revisi Hari Jadi Kabupaten Kebumen
KEBUMEN - Pengangkatan Kyai Ageng Badranala menjadi Adipati Panjer pada 1642, dinilai paling tepat dijadikan sebagai Hari Jadi Kebumen. Hal ini lantaran telah memenuhi syarat untuk menentukan hari jadi suatu daerah. Yakni adanya sebuah pemimpin, lokasi atau wilayah, sistem pemerintahan, rakyat dan sejarah bersama.
Peneliti Pusat Studi Kebudayaan Yogyakarta, Danang Indra Prayuda, mengatakan untuk melacak rentang waktu berdirinya suatu daerah, dalam hal ini Kebumen, bisa dirunut dari peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah.
Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya dan sumber-sumber data terkait, dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan Kebumen mulai muncul pada masa pemerintahan antara Sultan Agung dan Amangkurat I. Sultan Agung berkuasa pada 1613-1645 Masehi, sedangkan Amangkurat I diangkat sebagai Raja Mataram menggantikan ayahnya (Sultan Agung) pada resmi 1645 Masehi dan resmi memerintah pada 1646-1677 Masehi. "Merujuk pada hal tersebut, perlu dicermati sumber-sumber kesejarahan Kebumen pada masa itu yang terkait dengan keberadaan Kebumen itu sendiri," kata Danang Indra Prayuda, kemarin.
Danang memaparkan, merujuk pada masa pemerintahan Sultan Agung, terdapat sumber berupa Babad Sultan Agung. Secara garis besar babad tersebut menceritakan tentang Sultan Agung sendiri, penaklukan-penaklukan wilayah, serta daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaannya. Dalam babad tersebut disebutkan bahwa daerah yang menjadi kekuasaannya. "Dari informasi yang diperoleh berdasarkan babad itu, dapat diketahui bahwa sebelum Sultan Agung melakukan penyerangan ke Batavia, Kebumen secara administratif belum ada," ujarnya.
Lebih jauh, seperti yang telah banyak dirujuk oleh peneliti-peneliti Kebumen sebelumnya, dapat diketahui bahwa sumber-sumber yang dapat digunakan. Antara lain babad atau folklore yang menceritakan kesejarahan Kebumen. Babad yang berkaitan langsung dengan awal keberadaan Kebumen, antara lain Babad Kebumen, Babad Arungbinang, Babad Panjer dan Folklore Kolopaking.
Dalam Babad Kebumen dan Babad Arungbinang diceritakan yang pada intinya, bahwa Pangeran Bumidirja membuka tanah di sekitar Sungai Lukulo. Dia melepas kebangsawannya agar bisa membaur dengan masyarakat sekitar. Dari keterangan tersebut, dapat diketahui ketika Pangeran Bumidirja membuka tanah di sekitar Sungai Lukulo, daerah tersebut sudah berpenghuni, sudah ada desa atau perkampungan. "Keberadaan desa atau perkampungan tersebut berkaitan dengan adanya sistem atau pemimpin lokal setempat. Dengan kata lain sudah ada pemerintahan lokal," ungkapnya.
Asumsi adanya pemerintahan lokal tersebut dikuatkan oleh sumber data berupa Babad Panjer atau kesejarahan Panjer dan folklore Kolopaking. Merujuk dari kesejarahan Panjer, Panjer adalah Ngabehi yang dijabat oleh Kyai Bodronolo atau Kyai Ngabehi Bodronolo.
Kerajaan Mataram masa itu menetapkan Kyai Ageng Bodronolo menjadi Kyai Gede Panjer Roma I. Putra kedua Kyai Ageng Gede Panjer I bernama Kyai Bagus Hastosustro, inilah yang menjadi penerus Kyai Ageng Bodronolo menjabat dengan gelar Kyai Gede Panjer Roma II. Diceritakan lebih lanjut, dalam perjalanannya, Kyai Bumi sampai di Panjer dan oleh Kyai Gede Panjer Roma II diberikan tanah di sebelah barat berbeloknya Sungai Lukulo. "Jadi dapat disimpulkan bahwa pada saat Pangeran Bumidirjo sampai di daerah Panjer, pada daerah tersebut telah ada sistem pemerintahannya," paparnya.
Lebih jauh, dalam Babad Panjer serta Forklore Kolopaking diceritakan bahwa Kyai Bodronolo mempunyai peran dalam penyerangan Batavia oleh Sultan Agung. Diceritakan bahwa bahwa Kyai Bodronolo ditunjuk oleh Mataram menjadi pengawal bahan pangan yang dikirim sebagai logistik prajurit Mataram saat menyerang Batavia. Pada saat itu, Panjer sendiri dijadikan sebagai tempat persediaan logistik. Disinyalir atas jasanya tersebut, Sultan Agung memberikan penghargaan diangkat sebagai Kyai Ageng Gede Panjer I, yang dalam hal ini merupakan pemimpin wilayah Panjer.
Berdasarkan penelusuran tersebut, Hari Jadi Kabupaten Kebumen mengerucut pada keberadaan Kyai Bodronolo. Apabila didasarkan pada penokohan, maka pengangkatan Kyai Bodronolo sebagai pemimpin merupakan peristiwa yang penting, yaitu pada tahun 1942.
Jika didasarkan pada peristiwa bersejarah yang dapat dijadikan keteladanan, maka peristiwa dimana Kyai Bodronolo membantu penyediaan dan perbekalan pasukan Sultan Agung, dalam menyerang Batavia merupakan peristiwa penting yang bisa dijadikan sebagai teladan.
Dirunut dalam data kesejarahan, peristiwa penyerangan Sultan Agung tersebut terjadi dua kali, yaitiu pada tahun 1628 dan 1629. Secara lebih spesifik peran logistik lebih menonjol pada masa penyerangan Sultan Agung yang kedua. Dalam data kesejarahan, penyerangan Sultan Agung ke Batavia dimulai pada 21 Agustus 1629. Dua tersebut dipandang tepat sebagai momentum berdirinya Kebumen.
Ia menambahkan, berdasarkan penelusuran tersebut dapat diketahui bahwa daerah Panjer pada masa Kyai Ageng Bodronolo telah memenuhi kriteria adanya pemimpin, wlayah, sistem, rakyat. Yaitu nilai-nilai yang diperjuangkan serta sejarah bersama. "Oleh karena itu bisa dikatakan Panjer pada masa Kyai Ageng Bodronolo atau Kyai Gede Panjer Roma I merupakan daerah yang telah resmi berdiri secara administratif," tandasnya.(ori) (kebumenekspres.com)