Perda TKI Tak Libatkan Partisipasi Publik ; Diminta Direvisi

KEBUMEN – Hadirnya Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) justru dianggap menambah permasalahan buruh migran di Kebumen.

Perda tersebut dinilai cacat hukum karena tidak ada naskah akademiknya dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. “Perda Nomor 5 Tahun 2014 ini hanya memenuhi target politik dan tanpa mempertimbangkan substansi,” kata Direktur Migran Care Anis Hidayah saat jumpa pers usai workshop dengan tema Urgensi revisi Perda Nomor 5 Tahun 2014, di Hotel Grafika Gombong, Kebumen, Rabu (3/8).

Workshop yang berlangsung dua hari itu diikuti oleh pihak terkait dan keluarga buruh migran. Tampak Program Officer Migran Care, Wiharti, Koordinator Migran Care Kebumen, Saiful Anas, Koordinator Pakubumi Kebumen Maryatun, Ketua KNPI Beniyanto, anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Sri Parwati dan Dian Lestari Subekti Pertiwi, serta perwakilan dari Unsoed Riris. Anis menambahkan, perda tersebut juga belum mengakomodasi UU Nomor 6 Tahun 2012 terkait keluarga buruh migran.

Keputusan Bulat

Isu yang muncul kemudian, yakni kurangnya perhatian terhadap HAM dan gender, perlindungan terhadap buruh migran serta partisipasi masyarakat, terutama keluarga buruh migran. Untuk itu, hasil diskusi tersebut merekomendasikan agar perda Nomor 5 Tahun 2014 direvisi. Dengan munculnya perda tersebut justru memberikan kewenangan penuh kepada pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS), sedangkan pihak terkait malah diabaikan. Kondisi tersebut berdampak pada perlakuan terhadap buruh migran atau TKI yang kurang manusiawi.

Anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen Sri Parwati mengaku akan menindaklanjuti adanya desakan tersebut. “Mudah-mudahan kali ini segera masuk badan pembentukan perda (Bapem Perda) dengan keputusan bulat tanpa ada voting,” imbuhnya.

Saat penyusunan perda tersebut, ia masih menjabat kepala desa Redisari, Kecamatan Rowokele. Sedangkan selaku kades yang mengetahui langsung permasalahan buruh migran justru tidak dilibatkan dalam proses pembuatan perda tersebut. (K5-49)

sumber : suaramerdeka.com