Program MP3KI Dibiarkan Sendiri
KEBUMEN – Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) yang diterima 19 kecamatan di kabupaten berslogan Beriman ini dibiarkan sendiri. Nasibnya seperti kasus Desa Brecong, Kecamatan Buluspesantren, Kebumen yang telah dibentengi Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdepsi) Cabang Kebumen agar tidak merembet ke desa lain.
Terutama desa yang menerima program MP3KI. Kasus Desa Brecong terkait dugaan penyimpangan program MP3KI senilai Rp 120 juta. Hingga kemudian melebar ke permasalahan lainnya, mulai dugaan pemotongan dana bantuan langsung tunai (BLT), penyalahgunaan bantuan kambing, serta permintaan uang kepada kelompok tani Desa Brecong yang mendapatkan bantuan traktor.
Warga setempat yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli desa (Mas Pedes) pun menuntut Kades Brecong Suratman mundur. Untuk Desa Brecong yang masuk Kecamatan Buluspesantren tergabung dalam klaster bersama Desa Ayamputih, Desa Setrojenar, dan Desa Maduretno dengan besaran dana sekitar Rp 600 juta.
Sehingga, dari 19 kecamatan yang menerima program tersebut terdapat dana sekitar Rp 11,4 miliar. Program MP3KI sama halnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan yang dikelola Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di bawah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).
Kini, menyusul diberlakukannya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UPK berubah nama menjadi Badan Usaha Milik Antar Desa (BUMADes) yang menghimpun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Di Kebumen pun telah dibentuk 449 BUMDes dan masih dipersiapkan dasar hukumnya untuk membentuk unitunit usaha di desa-desa.
Sedangkan PNPM saat ini telah dihentikan. “Kehadiran program MP3KI pada 2014 itu dipaksakan. Sementara program yang masih berlangsung tersebut, pendampingnya malah sudah ditarik menyusul dihentikannya PNPM,” terang Sekretaris Forum BKAD Kabupaten Kebumen Ahmad Junaedi, kemarin.
Pengembangan Kawasan
MP3KI berpola khusus berupa pembangunan kawasan. Namun klaster penerimanya dinilai tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Akhirnya BKAD menjadi kocar-kacir, karena pihak terkait yang semestinya mengisi ruang kosong tersebut justru terkesan meninggalkan. Bahkan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Bapermades) Kabupaten Kebumen membentuk BUMDes di seluruh desa, yang semestinya bisa diserahkan kepada BKAD.
“Akibatnya, Bapermades menjadi tidak punya daya tawar dan tidak punya roh kebersamaan membangun,” imbuhnya. Jika lewat BKAD, lanjut Junaedi, maka Bapermades tinggal mendorong saja. Mengingat, saat ini BKAD memiliki uang, sistem, dan nilai yang telah melekat sekian lama. Untuk aset yang dimiliki BKAD se-Kebumen saja mencapai Rp 200 miliar dan masing-masing memiliki surplus antara Rp 500 juta-Rp 800 juta.
“Seharusnya ini dipertahankan, jangan malah ditinggalkan,” kata Junaedi sembari menambahkan, hal itu pun berdampak pada program MP3KI yang menjadi kewenangan BKAD. Dengan tidak dipersiapkan matang, baik penerima maupun sumber daya manusia pengelolanya, ada kesan program MP3KI terjadi penyimpangan dan tidak sesuai aturan atau regulasi maupun petunjuk teknis operasionalnya.
Sekretaris Bapermades Kabupaten Kebumen Widyaningsih tidak menampik adanya masalah terkait pelaksanaan program MP3KI di Kebumen. Yang paling mengemuka di Desa Brecong. Namun menurut Widyaningsih, masalah dalam program tersebut cenderung lebih dikarenakan ada pihak-pihak yang sebenarnya tidak mengetahui justru ikut nimbrung.
“Dalam penanganan kasus Desa Brecong, kami juga ikut mendatangi ke lokasi,” tandas Widyaningsih sembari menambahkan, program MP3KI tidak hanya hortikultura pepaya seperti di Desa Brecong. Namun ada juga wisata religi seperti di Bulupitu Kecamatan Kutowinangun, serta peternakan kambing dan objek wisata Jembangan di Kecamatan Poncowarno. (K5-32)
sumber : suaramerdeka.com