Keberpihakan Paslon pada Kaum Difabel dan Buruh Migran Dipertanyakan

KEBUMEN - Menghitung hari menjelang pencoblosan, tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kebumen telah gencar berkampanye dalam rangka menyampaikan visi misinya bila terpilih. Sayangnya, belum ada satupun dari ketiga paslon itu terlihat serius terhadap kelompok difabel dan buruh migran.

    Bukan hanya itu dalam kampanye yang dilaksanakan oleh ketiga colon tersebut, baik kempanye dengan masyarakat atau publik juga tidak ada satupun yang menyuarakan keberpihakannya dan komitmennya untuk melindungi kelompok difabel dan buruh migran.

    Hal itu disampaikan Koordinator Komunitas Difabel Kebumen Mu’inatul Khoiriyah saat menggelar diskusi di rumah inklusif RT 1 RW 1 Desa Kembaran Kecamatan Kebumen, Selasa (17/11/2015).

    Belum adanya keberpihakan para paslon terhadap kaum difabel dan buruh migran pun disesalkan oleh Mu’inatul Khoiriyah. Padahal terdapat 9.175 orang penyandang disabilitas di Kota Beriman ini. Dari jumlah tersebut 3.170 diantaranya masih anak-anak.  Yang lebih parah beberapa penyandang difabel seperti tuna rungu, tuna wicara dan tuna netra justru belum mengetahui jika tanggal 9 Desember mendatang akan dilaksanakan pemungutan suara.
    “Ini menandakan jika sosialisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kebumen (KPU) masih kurang maksimal,” sesal dia.
    
    Menurutnya keberadaan difabel tentu tidak bisa dipandang sebelah mata dan memerlukan kebijakan yang jelas. Terlebih hingga saat ini keberpihakan Pemerintah Kebumen terhadap difabel masih sangat minim.
    
    Direktur Indipt Kebumen Irma Suzanti menambahkan, nasib buruh migran setali tiga uang dengan kaum difabel. Dengan jumlah tak kurang dari 4000, buruh migran telah memberikan kontribusi permit sedikitnya 50 miliar pertahun bagi Kebumen. Kendati demikian hingga saat ini SDM buruh migran asal Kebumen masih rendah. Bahkan rata-rata mereka hanya sampai pendidikan SD dan SMP saja.

    Selain itu selama ini belum ada akses informasi tentang prosedur yang berlaku, hak-hak buruh migran maupun  informasi negara tujuan seperi budaya, kondisi geografis, hukum dan hukum yang berlaku. “Lemahnya pengawasan terhadap PPTKIS dan peran sponsor /calo sangat besar dalan proses perekrutan buruh migran. Hal ini berakibat pada rentannya korban perdagangan manusia dan masuk dalam jeratan hutang biaya penempatan,” bebernya. (mam)(kebumenekspres.com)