Dahulu Pusat Pemerintahan Panjer ; Tempoe Doeloe - Kompleks Makodim 0709 Kebumen
PADA masa Kerajaan Majapahit, Panjer masih berbentuk negara. Sejarah ini disebutkan secara jelas oleh S Hage M Nijhoff dalam bukunya ”Tijdschrift Voor Indishche Taal-Land-En Volkenkunde Deel XLIII Batavia”. Buku yang dibuat tahun 1901 itu, juga menerangkan mengenai pusat pemerintahan negara Panjer di Kota Raja Panjer Roma, yang kini digunakan sebagai Markas Kodim (Makodim) 0709 Kebumen.
Hingga saat berdirinya Kerajaan Demak pada tahun 1503, Panjer berubah menjadi kadipaten di bawah Demak. Ini setelah Kuwu (yang mulia) menyetujui Islam masuk di daerah tersebut. Pada masa kerajaan Mataram tahun 1642, Panjer juga dijadikan kadipaten di bawah Mataram dan Badranala sebagai kepala daerah setempat.
Setahun kemudian, Badranala dan prajuritnya yang dibantu Ki Ageng Geseng dan Ki Nayapatra, mertuanya, menghalau VOC yang mendarat di Pantai Petanahan. Atas jasanya itu, Badranala diberi gelar Ki Gede Panjer Roma I oleh kerajaan Mataram. Hingga kemudian Belanda menyerang Panjer pada tahun 1831 saat dipimpin Kalapaking IV yang mendukung Pangeran Diponegara.
Dalam penyerangan yang membumihanguskan Panjer itu, Belanda bekerja sama dengan pasukan Surakarta dan Yogyakarta yang dipimpin Senopati Arungbinang IV. Dalam pertempuran itu, Kalapaking IVgugur. Selanjutnya pada pertengahan 1832, pemerintahan Panjer diambil alih Belanda dan mengangkat Arungbinang IV sebagai penguasa Panjer yang baru.
Sejarah itu juga dicatat dalam buku ”De Orloog Op Java van 1825 Tot 1830, 1850” yang ditulis oleh AWPWeitzel. Jejak Arungbinang IV dan Kalapaking IV yang terlibat perseteruan itu tidak lepas dari campur tangan Belanda. Bahkan sejak pendahulu-pendahulunya, di mana sempat muncul daerah Roma yang dibentuk dari penggabungan antara Pucang dan Kaleng pada tahun 1543.
Karanganyar Muncul Lagi
Hingga kemudian, Roma berubah menjadi Sedayu dengan Tumenggung Judanegara pada tahun 1832 dan kemudian menjadi Karanganyar lagi pada tahun 1833. Sebelumnya sudah ada Kabupaten Karanganyar yang bergabung dengan Panjer, menyusul ditetapkannya Panjer Roma pada 1674.
Selain Karanganyar, daerah yang masuk Panjer Roma, yaitu Rowo Ambal, Bocor, Petanahan, Puring, Sedayu, Gombong, Karanganyar, Kota Raja Panjer, Karangwono yang kini dikenal dengan Kutowinangun. Pada waktu itu juga terdapat penyatuan Panjer Gunung dan Panjer Roma. Panjer Gunung hilang dan tinggal nama Panjer Roma.
Dan pada 1 Januari 1936, Kabupaten Karanganyar yang muncul kembali itu bergabung dengan Kebumen dengan nama Kebumen pada masa Arungbinang VIII. Tanggal itu kemudian dijadikan dasar Hari Jadi Kebumen yang diperingati hingga sekarang. Pemerhati Sejarah Widi Haryanto mengemukakan, penggabungan Karanganyar menjadi Kebumen itu, masih dipengaruhi Belanda.
Pasalnya, nama Kebumen tidak bisa dilepaskan dengan pembumihangusan Panjer oleh Belanda yang kemudian berubah menjadi Kebumen saat Arungbinang IV berkuasa. Adapun nama Kebumen diambil dari nama Pangeran Bumidirjo yang dikenal dengan Kiai Bumi atau Kiai Kebumian yang kemudian diucapkan oleh lidah masyarakat menjadi Kebumen.
Kedatangan Pangeran Bumidirjo di daerah ini untuk menghindari Amangkurat I, Raja Mataram pada tahun 1660. Bumidirjo lantas diberi tanah oleh Penguasa Panjer saat itu, Hastrasuta saìwetan (sebelah timur) lekukan Luk Ulo atau sekitar Alun-alun Kebumen. Bumidirjo kemudian mendirikan pesantren dan memiliki banyak santri.
”Dengan demikian, untuk menentukan hari jadi Kebumen itu mestinya mengacu pada sejarah Panjer. Jika tidak, berarti sudah mengecilkan arti perjuangan para pahlawan yang telah berjasa di daerah ini,” kata Widi yang juga aktif dalam Masyarakat Peduli Sejarah (Masdulah) itu. (Arif Widodo-32)
sumber : suaramerdeka.com