Bantuan Siswa Miskin Dianggarkan Rp 3,2 Miliar ; Tekan Angka Putus Sekolah

KEBUMEN – Sebagai upaya untuk mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar (wajardiknas) sembilan tahun, Pemkab Kebumen tahun 2015 mengalokasikan anggaran bantuan sosial siswa miskin sebesar Rp 3,2 miliar. Bantuan itu, sekaligus untuk menekan angka anak putus sekolah tingkat SD dan SLTP.

Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kebumen Mohamad Priyono menyampaikan, bantuan siswa miskin (BSM) untuk siswa SD/MI masing-masing diberikan sebesar Rp 360.000/siswa/ tahun. Sedangkan untuk tingkat SMP/MTs sebesar Rp 500.000/siswa/tahun. Dengan bantuan itu, diharapkan mereka mampu melanjutkan sekolahnya.

”Melalui dana BSM, anak-anak usia sekolah 7-12 tahun diharapkan bisa mengenyam pendidikan SD sederajat dan anak usia 13-15 tahun bisa mengenyam pendidikan SMP sederajat,” ujar Mohamad Priyono kepada wartawan dalam dalam jumpa pers di Gedung Press Center Kebumen, Senin (2/2).

Didampingi Kepala Bidang Administrasi Pendidkan dan Tenaga Kependidikan Edy Sukemsi, Mohamad Priyono menambahkan, selain BSM, tahun 2015 juga dialokasikan dana Bantuan Operasional sekolah (BOS) sebesar Rp 146,7 miliar. Jumlah penerima BOS sebanyak 118.880 siswa SD dan 46.762 siswa SLTP. Besaran BOS meningkat untuk siswa SD/MI dari Rp 580.000 menjadi Rp 800.000. Sedangkan SMP/MTs semula Rp 710.000 sebesar Rp 1 juta dikalikan jumlah siswa per tahun.

”Selain untuk membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik SD dan SLTP terhadap biaya sekolah, BOS juga membebaskan peserta didik miskin dari pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta. Selain itu untuk meringankan beban biaya operasional sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta,” imbuhnya.

Larang Pungutan

Penggunaan dana BOS 2015, kata Priyono diatur dengan petunjuk teknis yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 161 tahun 2014 yang mengatur tata cara penggunaan dan pelaporannya.

Ada 13 kegiatan yang diperbolehkan dan 14 kegiatan yang dilarang. Sekolah negeri dilarang melakukan pungutan atau iuran. Sedangkan sekolah swasta diperbolehkan, tetapi harus terprogram, dimusyawarahkan, berkeadilan, transparan dan akuntabel.
”Pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik dari keluarga tidak mampu dan tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik,” tandasnya.

Di sisi lain, BOS tidak menghalangi sekolah menerima sumbangan dari masyarakat dan orang tua atau wali yang mampu. Juga harus bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya serta tidak mendiskriminasikan peserta didik yang tidak memberikan sumbangan.

Menyinggung tunjangan sertifikasi bagi guru, Kabid Administrasi Pendidkan dan Tenaga Kependidikan Edy Sukemsi, mengatakan di Kebumen hingga tahun 2014, jumlah guru yang telah menerima tunjangan tersebut sebanyak 7.065 orang. ”Jumlah itu akan bertambah lagi sebanyak 769 guru yang merupakan guru yang dinyatakan berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi mulai tahun 2015,” ujarnya. (J19-32)

sumber : suaramerdeka.com