Seni Tradisi Terpinggirkan oleh Orba : Sarasehan di Roemah Martha Tilaar
KEBUMEN - Seni tradisi di Kebumen tumbuh subur hingga tahun 1970-an. Ironisnya, sejak itu pula mengalami kemunduran, dan makin terpinggirkan oleh pemerintahan Orde Baru (Orba).
"Dulu ketika saya masih kecil suka melihat langsung pertunjukkan wayang kulit, wayang golek, ketoprak tobong, dan lainnya. Namun setelah 1970-an seni tradisi makin terpinggirkan," jelas pengamat budaya asli Kebumen, MT Arifin pada Sarasehan Budaya bertema "Penguatan Seni Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Globalisasi", di Roemah Martha Tilaar Jl Sempor Lama Gombong, Kebumen, Rabu (4/11) malam.
Sarasehan itu, dibuka Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kebumen Hery Setyanto. Pembicara lain Ketua Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen Ki Basuki Hendroprayitno, dipandu Komper Wardopo (Suara Merdeka).
Acara yang diikuti para pelaku seni, pemerhati hingga mahasiswa dan warga sekitar itu, dihadiri salah satu anak pengusaha kecantikan Martha Tilaar, Wulan Tilaar bekerja sama dengan Sekolah Rakyat Melu Bae (SRMB).
Tidak Laku
Arifin menjelaskan, sebenarnya, sebenarnya Kebumen sejak dulu kaya seni dan budaya. Daerah ini memiliki seni tradisi lengkap mulai wayang kulit, wayang golek, ketoprak, cepetan, menthiet, jemblung, ebleg, solawatan hingga seni pencak silat keliling. Namun satu per satu seni tradisi itu lenyap karena kurangnya pembinaan, dan dukungan politik.
"Saya khawatir bila kondisi ekonomi tidak membaik, lama-lama pentas wayang kulit di masyarakat tidak akan laku. Maka seharusnya pemerintah dan berbagai lembaga terpanggil sering-sering menggelar pentas wayang kulit," tandas Arifin.
Dia pun menyarankan agar terus dilakukan kolaborasi seni tradisi dan seni kontemporer agar seni budaya daerah bisa bertahan. Adapun seni budaya dari luar bisa diambil asal berkualitas guna memperkuat keberagaman seni budaya.
Dalang senior dari Ambal Ki Basuki Hendroprayitno menjelaskan, sejak era penjajahan, pascakemerdekaan dan era reformasi ikut berpengaruh pada seni budaya lokal. Terlebih hadirnya sarana komunikasi dan teknologi internet merupakan tantangan khusus bagi pelaku seni budaya, terutama untuk mempertahankan dan melestarikannya.
Basuki mengajak pemerintah, pelaku seni, dan yang peduli untuk berusaha mempertahankan, dan melestarikan seni tradisi. Diperlukan pula sikap peduli tenaga, peduli pikir, dan peduli dana (jer basuki mawa bea) agar seni tradisi mampu bertahan di era globalisasi.
"Kita layak berterima kasih kepada Martha Tilaar yang memberikan kesempatan tempat tinggalnya di Gombong untuk kegiatan seni budaya seperti sarasehan ini," ujar Basuki. (B3-52)
sumber suaramerdeka