Jadi Anggota KPPS Sejak Pemilu 1971
SEORANG Ahmadi Saputro (64) boleh dibilang telah kenyang asam garam menjadi penyelenggara Pemilu. Maklum, warga Dusun Gentan, Desa Seboro, Kecamatan Sadang, Kebumen itu sejak Pemilu 1971 telah menjadi anggota kelompok Panitia Pemungutan Suaara (KPPS).
"Saya hanya absen jadi KPPS pada Pemilu 1999. Sebab saat itu PNS dilarang menjadi anggota KPPS," ujar Ahmadi Saputro kepada Suara Merdeka, Selasa (8/4).
Menurut Pensiunan guru Sekolah Dasar itu, banyak pengalaman diperoleh selama menjadi penyelenggara Pemilu. Terutama pada masa orde baru, menjadi anggota KPPS juga harus menanggung beban menangkan Golkar.
"Sekarang lebih enak, pemilih lebih cerdas dan tidak ada lagi intimidasi dari penguasa," ujar bapak tiga anak dan kakek tiga cucu yang Pileg 2014 ini naik "Pangkat" menjadi Ketua PPS Desa Seboro.
Pengalaman serupa juga dimiliki Burhan Taslimin (62) warga Dusun Karanganyar, Desa Seboro.
Bahkan sejak Pemilu 1971 hingga 2014, tidak sekalipun dia absen menjadi anggota KPPS. Seingat dia, honor pertama menjadi KPPS waktu itu sekitar Rp 1.500.
"Sedangkan jumlah pemilih satu TPS pada waktu itu masih 125 jiwa. Sekarang wilayah dibagi dua TPS dan satu TPS 439 pemilih," ujar anggota KPPS di TPS 7 Dusun Karanganyar.
Diangkut Rakit
Menurut pria yang berprofesi sebagai kaum di Dusun Karanganyar itu, banyak perbedaan Pemilu 1971 dengan 2014. Salah satunya, kotak suara Pemilu 1971 menggunakan kayu jati sedangkan saat ini memakai aluminium. Namun ada satu yang tidak berubah yang terjadi di TPS 7 Dusun Karanganyar dari masa ke masa. Yakni agar sampai menuju TPS, logistik pemilu harus dipanggul dan diangkut rakit menyeberangi Sungai Luk Ulo.
"Dari satu pemilu ke pemilu lain, jembatan di Desa kami masih belum terbangun," ujar Burhan Taslimin seraya menyebutkan tahun 80-an pernah surat suara rusak, karena terkena air.
Sebenarnya, Burhan sudah jenuh menjadi anggota KPPS. Dia ingin menyerahkan kepada generasi muda. Namun dalam rapat desa, tidak ada yang mau menjadi KPPS, sehingga mau tidak mau generasi tua seperti dirinya terpaksa harus turun tangan.
"Ya, kalau dihitung-hitung honornya tidak sebanding dengan tanggung jawab. Tetapi saya anggap menjadi KPPS bentuk pengabdian terhadap bangsa dan negara," ujar pria yang mengaku pada era orde baru pernah diinterograsi tentara lantaran berkelakar tidak mau mendukung Golkar. (Supriyanto-32)
sumber : suaramerdeka