Drama Tari "Aji Saka" Dipentaskan di TMII

 

KEBUMEN - Drama tari "Aji Saka" sukses dipentaskan oleh para seniman asal Kebumen di anjungan Jateng Taman Mini Indoensia Indah (TMII) Jakarta, baru-baru ini. Dalam pementasan duta seni budaya itu, juga diisi pergelaran panggih manten khas Kebumen oleh Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati Kebumen.

Pementasan dihadiri oleh Wakil Bupati Kebumen Djuwarni, Ketua Ikatan Warga Asli Kabupaten Kebumen (IWAKK) Walet Emas HS Hartono. Hadir sejumlah pejabat di jajaran Pemkab Kebumen dan Ketua HARPI Melati Pusat dan Kebumen. Selain itu dipameran pula batik Kebumen, serta aneka ragam makanan khas seperti Satai Ambal, lanting, bakso Ambal, sego penggel, cincau madu Luk Ulo, dan ayam tulang lunak khas Mertokondo.

"Selain nguri-nguri budaya Jawa, khususnya Kebumen pergelaran ini sekaligus menjalin silaturahmi dengan warga Kebumen yang merantau di wilayah Jabodetabek," ujar Wakil Bupati Djuwarni.

Pementasan lakon "Aji Saka" yang disutradarai oleh Mudiyono itu juga melibatkan para pelajar SMA Klirong dan SMA Prembun. Lakon tersebut menceritakan kisah seorang anak raja dari Hindustan yang bernama Aji Saka yang pergi ke Tanah Jawa. Bersama para abdinya, Dora, Sembada, Duga, dan Prayoga dia menuju daerah bernama Medhang kamulan untuk mengajarkan ilmu.

Sampai di Dusun Majethi mereka istirahat dan Sembada di tinggal sendirian. Sembada yang dipasrahi keris dipesan agar tidak meninggalkan tempat tersebut dan tidak diperkenankan menyerahkan keris itu kepada siapa pun kecuali Aji Saka.

Ikat Kepala

Kemudian, Aji Saka, Duga dan Prayoga melanjutkan perjalanan menuju Medhang Kamulan yang saat itu dikuasai oleh raja Dewata Cengkar yang suka makan daging manusia. Di Medhang Kamulan, Aji Saka menjadi guru dan memiliki banyak murid. Saat menginap di rumah janda Sengkeran, Aji Saka dijadikan anak angka oleh janda tersebut.

Suatu hari Dewata Cengkar murka karena tidak ada orang yang bisa dimakan. Karena sifat kebaikan Aji Saka, dia pun bersedia dimakan. Sang Ibu angkat sangat terkejut dan tidak memperbolehkan. Tetapi Aji Saka menentang, karena dia yakin tidak akan mati.

Lalu Aji Saka diantar kepada Dewata Cengkar. Tetapi Dewata Cengkar tidak bersedia dan menginginkan Aji Saka menjadi pembantunya saja. Aji Saka mau tetapi dengan syarat minta tanah seluas ikat kepalanya  dan yang mengukur harus sang raja sendiri.

Anehnya, saat pengukuran ikat kepala Aji Saka, ikat kepalanya itu tidak berujung dan terus molor memanjang sampai ke laut selatan. Ketika sampai di pinggir pantai saat kain masih dipegang Dewata Cengkar, oleh Aji Saka kain tersebut diibaskan. Dewata Cenkgar tercebur ke laut kemudian berubah menjadi buaya putih.

Penduduk Medhang Kamulan bergembira dan mengangkat Aji Saka menjadi raja dengan gelar Prabu Jaka atau Prabu Widayaka.

Tiba-tiba Raja Aji Saka teringat abdinya bernama Sembada yang ditinggal di Dusun Majethi untuk menjaga kerisnya. lalu dia mengutus Dora untuk menjemput Sembada menghadap sang raja beserta kerisnya. Tetapi Sembada menolak karena akan melanggar perintah Aji Saka atas wasiatnya dulu.

Kedua abdi yang setia itu kemudian keduanya bertengkar. Karena sama-sama sakti maka keduanya mati bersama. Karena utusan tak kembali-kembali, raja mengutus Prayoga, ternyata Dora dan Sembada didapati keduanya tewas saling bunuh. Untuk mengenang peristiwa ini, sang raja Aji Saka membuat aksara Jawa Dentyawiyanjana. (J19-78)

sumber : suaramerdeka