Menguak Sejarah Masjid Saka Tunggal

KEBUMEN - Di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor terdapat sebuah masjid yang dipercaya merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Kebumen.

Masjid ini didirikan pada tahun 1722 oleh Bupati Kendurean, putra Adipati Mangkuprojo, seorang Wrongko Dalem Keraton Kartosuro. Karena saka guru masjid hanya satu, masjid ini dikenal dengan sebutan Masjid Saka Tunggal.

Sejarah Masjid Saka Tunggal tak bisa dilepaskan dari sosok Adipati Mangkuprojo. Pada era 1700, Adipati Mangkuprojo merupakan tokoh yang gigih melawan penjajah. Karena terdesak dia melarikan diri dan memilih bergerilya di daerah Pekuncen.

Maklum daerah itu merupakan daerah Keputihan. Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat syiar Islam. Kisah yang disampaikan oleh KH Abujamhari, sesepuh Desa Pekuncen, pada tahun 1719 Adipati Mangkuprojo wafat.

Sebelum meninggal, dia berwasiat pada putranya untuk dimakamkan di Pekuncen. Memeringati 1.000 hari meninggalnya Adipati didirikanlah masjid tersebut. Konon, kerangka masjid disusun di Keraton Kartosuro, kemudian baru dibawa ke Pekuncen dengan berjalan kaki.

Kerangka masjid terdiri dari satu batang saka dan empat buah danyang atau skur. Kerangka tersebut dibawa dari Keraton Kartosuro menuju Pekuncen dengan berjalan kaki.

Ya, masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Umumnya masjid biasanya ditopang oleh empat saka sebagai penyangga utama bangunan. Namun sesuai namanya maka masjid ini hanya ditopang oleh satu saka saja.

Saka tunggal sebagai penopang utama bangunan ini berbentuk segi empat dengan ukuran 30 x 30 cm. Saka setinggi sekitar empat meter tingginya. Di ujung atas soko tersebut terdapat empat batang kayu melintang sebagai penyangga utama bangunan masjid tersebut.

Di tengah-tengah saka terdapat empat skur untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya. Kayu yang digunakan sebagai soko tersebut merupakan kayu jati pilihan. Kecuali saka tunggal dan skur tersebut, banguan lain di masjid tersebut telah direnovasi.

Pada awal pendirian, atap masjid dibuat menggunakan ijuk dan dindingnya menggunakan tabak bambu. Kurang lebih seabad kemudian yakni tahun 1822 dilaksanakan rehab bangunan atap yang semula ijuk diganti dengan atap genteng. Tetapi dindingnya masih menggunakan tabak bambu.

Baru pada tahun 1922, dinding bambu diganti dengan bangunan tembok batu bata. Bangunan masjid tersebut saat ini
ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi.

Saka tunggal mengandung filosofi yang dalam. Menurut imam Masjid Saka Tunggal, M Jafar yang tidak lain adik kandung Abujamhari, saka tunggal melambangkan keesaan Allah SWT sebagai sang pencipta tunggal alam semesta. Makna tunggal tersebut diejawantahkan dengan memaknai masjid soko tunggal tersebut sebagai tempat untuk meyakini bahwa Allah itu Tunggal atau Esa. (SuaraMerdeka/lk)


SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2014/02/menguak-sejarah-masjid-saka-tunggal.html#ixzz2sDhY5QcZ