Ikhtiar Melestarikan Kesenian Gojeg Lesung
SEBELUM mesin penggilingan padi ditemukan, para petani menumbuk padi hasil panen secara manual yakni menggunakan alu dan lesung. Seiring dengan perkembangan zaman, petani di mudahkan adanya mesin giling yang menggantikan alu dan lesung.
Alu terbuat dari kayu untuk menumbuk, sedangkan lesung berbentuk mirip perahu yang digunakan untuk menempatkan padi yang akan ditumbuk. Menumbuk padi dilakukan secara bersama-sama antara enam hingga delapan orang. Suara tumbukan alu dan lesung itulah yang menimbulkan bunyi selaras dan harmonis.
Bermain musik dengan memanfaatkan alu dan lesung pun dikneal dengan gojeg lesung. Kesenian tradisional ini tidak jauh beda kesenian gojeg lesung di Yogyakarta. Zaman dahulu, para petani memanfaatkan gojeg lesung sebagai hiburan saat menumbuk padi.
Tabuhan itu juga sebagai penanda saat datang bahaya, seperti bencana alam, gerhana bulan, atau matahari. Suara tabuhan lesung juga kerap menjadi alat untuk memanggil warga agar hadir dalam perhelatan bersih desa dan upacara panen padi.
"Gojeg, memiliki arti canda. Mengindikasikan bahwa kesenian iut menekankan pada aspek bermain-main dengan tujuan agar dapat lebih menghibur," ujar seniman asal Bonorowo, Kebumen Sudirman Hadi Pranoto, baru-baru ini.
Menurut seniman yang aktif nguri-uri seni gojeg lesung itu keberadaan seni gojeg lesung yang tersebar di Kecamatan Bonorowo hingga sekarang masih terjaga. Sebelas desa yang ada di Kecamatan Bonorowo memiliki kelompok kesenian tersebut. Bahkan di Desa Bonorowo sendiri hampir setiap RT memiliki seni tradisi.
Pada acara tertentu seperti pernikahan, hiburan rakyat kesenian itu kadang ditanggap. Setahun sekali, khususnya memeriahkan HUT Kemerdekaan juga dilombakan di tingkat kecamatan. Sayangnya pemain-pemainnya kebanyakan sudah berusia lanjut. Persoalan utama jarangnya generasi muda meneruskan seni tradisi ini karena mereka menganggap kesenian itu ketinggalan jaman.
"Padahal tradisi ini memiliki nilai filosofis yang ada didalamnya," imbuhnya.
Ikuti Zaman
Sebagai ikhtiar agar tidak ditinggalkan oleh generasi muda, gojeg lesung perlu mengikuti zaman. Seperti dimodifikasi dengan penambahan instrumen musik lain seperti drum, saron, demung, gender, gong dan keyboard.
Maklum, sebagian besar kelompok gojeg lesung di Kebumen masih murni menggunakan alu dan lesung.
Gojeg lesung memberi kebebasan berekspresi bagi pemainnya. Dalam soal musik dibebaskan untuk berekspresi karena tabuhan lesung berkesan monoton,s ehingga membosankan.
Oleh karenanya bagian musik dibebaskan untuk berkreasi. Agar lebih menarik, kesenian ini dipadu dengan nyanyian-nyanyian baik lagu Jawa maupun lagu modern.
"Semua tembang, dari klasik sampai modern bisa diiringi dengan gojeg lesung," imbuh Sudiran yang aktif melatih gojeg lesung di Desa/Kecamatan Bonorowo.
Kepala Desa Bonorowo, H Kusnen menuturkan, kesenian itu merupakan akar budaya bangsa yang perlu terus dilestarikan. Sebagai simbol kebudayaan agraris, penting dilakukan mengenalkan kesenian itu kepada generasi muda.
"Adanya festival atau lomba-lomba tentu akan bisa membuat warga semangat untuk memacu warganya tetap melestarikan tradisi tersebut," ujar Kusnen yang menyaksikan latihan di halaman rumahnya untuk persiapan pentas di Alun-alun Kebumen, Senin (9/12). (supriyanto-91)
sumber : suaramerdeka