Kuda Lumping, Warisan Budaya Kebumen yang Tak Lekang oleh Zaman

Kebumen tidak hanya dikenal dengan keindahan alam dan kulinernya, tetapi juga menyimpan kekayaan seni tradisi yang bernilai tinggi. Salah satunya adalah Kuda Lumping, sebuah kesenian rakyat yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat dan kerap hadir dalam berbagai acara, mulai dari hajatan, peringatan hari besar, hingga festival budaya. Di kabupaten yang terkenal dengan pesona alamnya ini, Kuda Lumping bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan sebuah warisan budaya yang erat kaitannya dengan sejarah, tradisi, dan kepercayaan lokal.


Asal-Usul dan Filosofi

Secara umum, Kuda Lumping menggambarkan prajurit berkuda yang gagah berani, dipercaya sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Namun, di Kebumen, tarian ini juga sering dihubungkan dengan ritual kesuburan, tolak bala, atau bahkan sebagai media untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur. Gerakan tarian yang dinamis, diiringi tabuhan gamelan yang khas, menciptakan suasana yang sekaligus meriah dan sakral.

Tarian ini dibawakan oleh sekelompok penari yang masing-masing menunggangi kuda tiruan, biasanya terbuat dari anyaman bambu. Uniknya, di Kebumen, penari Kuda Lumping sering kali mengalami "trance" atau kesurupan. Dalam kondisi ini, mereka menunjukkan kekuatan supranatural, seperti makan beling, mengupas kelapa dengan gigi, atau kebal terhadap sabetan cambuk. Fenomena ini menjadi daya tarik utama yang membedakan Kuda Lumping Kebumen dengan daerah lain.

. Lebih dari sekadar tontonan, Kuda Lumping sarat makna filosofis:

  1. Keberanian dan kekuatan melawan kesulitan hidup.
  2. Kebersamaan dan gotong royong, terlihat dari kekompakan pemain dan pengiring musik.
  3. Religiusitas, karena sering dihubungkan dengan nilai spiritual dan doa keselamatan.

Perbedaan Kuda Lumping Kebumen dengan Daerah Lain

Meski Kuda Lumping ada di banyak daerah Jawa, versi Kebumen memiliki kekhasan:

  1. Secara penamanan Di Kebumen, Kuda Lumping juga sering disebut Ebeg atau Kuda Kepang. Nama ini berbeda dengan daerah lain, misalnya Reog Ponorogo  atau Jaran Kepang Banyumas.
  2. Irama musik pengiring lebih rancak dan cepat, dengan dominasi kendang dan gong. Di daerah lain, ada yang lebih pelan dan halus, misalnya di Magelang atau Temanggung. Ponorogo sering menambahkan instrumen khas reog.
  3. Secara Riasan dan Kostum,  Kebumen: Kostum penari biasanya sederhana, dominan merah, hitam, dan kuning, dengan asesoris kepala (udheng/ikat kepala). Sementara di daerah lain: Ada yang lebih mewah, seperti Ponorogo dengan hiasan bulu merak, atau Banyumas dengan ornamen lebih banyak.
  4. Fokus Pertunjukan, Pertunjukan Ebeg di Kebumen Atraksi kesurupan lebih menonjol. Penari sering melakukan aksi ekstrem: makan kaca, mengunyah beling, berjalan di atas bara api, atau kebal cambukan. Ini jadi daya tarik khas Kebumen. Sementara di Daerah lain: Masih ada aksi kesurupan, tapi biasanya tidak seintens di Kebumen. Di beberapa daerah, unsur mistisnya mulai dikurangi dan lebih menonjolkan seni tari
  5. Bentuk Kuda Anyaman, Di Kebumen: Kuda tiruan dari anyaman bambu lebih sederhana, tidak terlalu banyak hiasan, tapi kuat secara simbolik. Sementara di Daerah lain: Misalnya di Banyumas, anyaman kuda biasanya lebih berwarna-warni dengan ornamen tambahan.
  6. Fungsi Sosial dan Budaya, Di Kebumen Kebumen lebih sering dipentaskan dalam hajatan rakyat (khitanan, pernikahan, sedekah bumi) dan festival budaya. Fungsinya masih sangat melekat dengan ritual syukur dan doa keselamatan. Sementara di daerah lain, ada yang lebih diarahkan ke seni pertunjukan pariwisata, seperti di Yogyakarta dan Surakarta.

     

Upaya Pelestarian

Di tengah gempuran hiburan modern, kesenian Kuda Lumping di Kebumen masih tetap hidup dan dilestarikan. Banyak sanggar seni dan kelompok tari yang aktif melatih generasi muda agar warisan ini tidak punah. Pertunjukan Kuda Lumping masih sering dijumpai dalam berbagai acara, mulai dari hajatan, perayaan desa, hingga festival budaya.

Pemerintah daerah dan komunitas lokal juga turut berperan penting. Berbagai festival dan event budaya diadakan untuk mempromosikan Kuda Lumping dan kesenian tradisional lainnya. Dengan begitu, Kuda Lumping Kebumen tak hanya menjadi tontonan, tapi juga menjadi bagian penting dari identitas dan kebanggaan masyarakatnya.

Kuda Lumping dari Kebumen adalah cerminan kekayaan budaya Indonesia yang unik. Perpaduan antara seni tari, musik tradisional, dan ritual magis menjadikannya sebuah pertunjukan yang tak hanya menghibur, tetapi juga sarat makna dan sejarah. Ini adalah bukti bahwa tradisi nenek moyang masih terus berdenyut di jantung masyarakatnya.

Beberapa daerah di Kebumen yang terkenal dengan Kuda Lumpingnya antara lain:

  1. Kecamatan Sruweng: Wilayah ini cukup sering menjadi lokasi pertunjukan Kuda Lumping. Salah satu desa yang pernah mengadakan festival Kuda Lumping adalah Desa Karanggedang dan Desa Sidoagung, menunjukkan tingginya minat masyarakat di sana.
  2. Desa Wisata Temanggal: Desa ini dikenal sebagai salah satu desa wisata yang menampilkan atraksi Kuda Lumping. Ini menunjukkan bahwa kesenian tersebut menjadi daya tarik budaya yang penting bagi desa tersebut.
  3. Kecamatan Rowokele: Terdapat beberapa desa seperti Desa Wonoharjo yang aktif mengadakan pentas Kuda Lumping, sering kali berkolaborasi dengan acara budaya lain.
  4. Kecamatan Karangsambung: Di wilayah ini, Kuda Lumping ditampilkan bersama kesenian tradisional lain seperti Menoreng, yang menunjukkan adanya upaya pelestarian yang terintegrasi.
  5. Kecamatan Ambal: Beberapa sumber juga menyebutkan Desa Ambalresmi di Kecamatan Ambal memiliki kesenian sejenis Kuda Lumping yang disebut "Kepang Pur."

     

Kelompok kuda lumping

Berdasarkan dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa kelompok Kuda Lumping yang diketahui aktif di Kebumen beserta lokasinya:

1. "Sumber Sari"

Kelompok ini dikenal aktif dan bahkan pernah menjuarai Festival Ebeg di Kebumen, menunjukkan eksistensinya yang kuat. Lokasi: Desa Pandansari, Kecamatan Sruweng.

2. "Setyo Budoyo Manunggal Sari"

Kelompok ini juga sering mengadakan pertunjukan di daerahnya, khususnya di pedukuhan (dusun) seperti Sodong. Lokasi: Desa Donosari, Kecamatan Sruweng.

3. "Seni Budaya Binaraga"

Keberadaan grup ini menjadi bagian penting dari tradisi budaya di desa tersebut. Lokasi: Desa Ambalkumolo, Kecamatan Buluspesantren.

4. "Kurnia Budaya”

Paguyuban ini dikenal aktif dalam melestarikan seni kuda kepang dengan membuat sendiri kuda tiruan dari bambu. Lokasi: Desa Tambakmulyo, Kecamatan Puring.

5. "Panggung Budaya Sendang Sari"

Ini adalah salah satu sanggar seni yang secara spesifik tercantum lokasinya, menunjukkan dedikasi mereka dalam melestarikan kesenian ini. Lokasi: RT 03 RW 05 Wanasari, Kaliguci, Kecamatan Karanggayam.


Penutup

Kuda Lumping khas Kebumen bukan sekadar hiburan, tetapi identitas budaya yang menegaskan kekayaan seni tradisi Nusantara. Melalui gerak tari, musik, dan spiritualitas yang menyatu, Kuda Lumping mengajarkan tentang keberanian, kebersamaan, dan penghormatan pada leluhur. Menjaga dan melestarikannya berarti menjaga jati diri masyarakat Kebumen sekaligus memperkaya khazanah budaya Indonesia.

20230810160144_IMG_0452.jpg