Kenaikan Harga Bengkuang Helum Untungkan Petani



KEBUMEN - Naiknya harga bengkuang di pasaran sejak dua minggu terakhir ini belum memberikan keuntungan kepada petani Kecamatan Prembun.

Harga bengkuang saat ini mencapai Rp 2.000 per kilogram dari harga sebelumnya berkisar Rp 500 -  Rp 1.000 per kilogram. Kenaikan harga itu dipengaruhi tingkat produksi bengkuang yang mengalami penurunan di tingkat petani.

Petani bengkuang, Giran (56) warga Desa Sidogede mengatakan kenaikan harga bengkuang belum sepenuhnya menguntungkan petani. Sebab, kenaikan itu hanya berumur beberapa minggu saja akibat turunnya jumlah produksi.

"Selain itu, penjualan bengkuang saat ini masih banyak melayani kebutuhan konsumsi, sementara kebutuhan pabrik sangat sedikit. Akibatnya, harga bengkuang relatif tidak bisa naik drastis," tuturnya, kemarin.

Dia menjelaskan, musim hujan kali ini produksi bengkuang mengalami penurunan cukup drastis. Petani di wilayah Kecamatan Mirit tidak menanam bengkuang dan memanfaatkan lahannya untuk tanam padi. "Selain itu, lahan tepi sungai yang biasa ditanami bengkuang saat ini banjir, sehingga tidak lagi bisa ditanami," imbuh Giran.

Berspekulasi

Tanaman bengkuang saat ini hanya ditanam oleh petani di beberapa desa saja di Kecamatan Prembun, yakni Desa Sidogede, Desa Kebulusan, Desa Sembir dan Desa Mulyasri. Petani berharap agar harga bengkuang tidak hanya naik saat produksi turun, melainkan juga saat musim bengkuang berlangsung. "Beberapa minggu lagi harga itu akan turun lagi, karena sudah memasuki musim panen bengkuang," ujarnya.

Di sisi lain, sejumlah pedagang harus berspekulasi untuk bisa menjual bengkuang di tepi jalan Kebumen-Kutoarjo, karena sedikitnya barang dagangan. Bahkan, mereka harus menanggung rugi, karena harga kulakan bengkuang terlalu tinggi.

Salah satu pedagang, Atmiyatun (41) warga Desa Kandangan, Kecamatan Prembun mengatakan kualitas bengkuang pada musim hujan relatif turun dibanding musim kemarau. Kendati harga jual bengkuang musim hujan lebih mahal, tetapi tingkat permintaan pasar tidak ada peningkatan.

"Kondisi itu menyebabkan beberapa pedagang bengkuang memilih untuk libur tak berjualan. Kalaupun untung, ya sedikit Mas," tutur dia.

Hal sama juga dirasakan pedagang lain, Nur Hidayah (29). Minat pembeli juga mengalami penurunan.

Hal itu disebabkan kualitas rasa bengkuang kurang manis saat musim hujan. Bengkuang Prembun sering dikonsumsi masyarakat untuk rujak dan pelengkap es buah. "Kalau musim hujan begini penjual es pun tak begitu laku," ujarnya. (K42-91)

sumber : suaramerdeka