Hari Jadi Kebumen Berganti ; Mengerucut ke 1640-an
KEBUMEN- Hari Jadi Kabupaten Kebumen yang selama ini diperingati 1 Januari 1936, akan segera berganti. Hal itu terungkap dari kegiatan kelompok diskusi terarah (FGD) penelusuran hari jadi di Ruang Rapat Setda, Kamis (3/11).
FGD kali kedua itu diikuti sejumlah tokoh masyarkat. Ada dalang Ki Basuki Hadiprayitno Ambal, pecinta sejarah Sudarto SPd, Ketua Dewan Kesenian Kebumen Pekik Sat Siswo, dengan penyaji Ketua Pusat Studi Kebudayaan UGM Aprinus Salam dan Cholidhy Ibhar IAINU Kebumen. Diskusi sempat memanas tatkala tim peneliti Pusat Studi Kebudayaan UGM Danang Indraprayuda mengungkapkan lima kriteria hari jadi suatu daerah.
Yakni adanya pemimpin, wilayah, sistem, rakyat dan sejarah bersama. Nama Kebumen mulai muncul pada masa Arungbinang IV. “Namun bila ini dipakai sebagai patokan dinilai berbau Belanda, karena saat itu Arungbinang bersekutu dengan Belanda untuk mengalahkan Kolopaking yang didukung Pangeran Diponegoro. Jika itu dijadikan pijakan, nilai historis dan kepahlawanannya lemah,” tandas Danang.
Pratiwanggono, tokoh masyarakat dari Karanganyar langsung memprotes keterangan Danang. “Saya tidak terima dengan penjelasan anda. Data-data itu dari mana kalau mau dijadikan patokan, saya keberatan. Apakah saudara bisa membuktikan data-data sejarah anda itu kuat?” tandas dia dengan anda tinggi.
Pangeran Bumidirdjo
Supriyadi, tokoh masyarakat di Jalan AYani, menyatakan, ada pijakan kuat untuk menetapkan hari jadi Kebumen. Yakni saat kedatangan tokoh bangsawan Mataram, Pangeran Bumidirdjo, paman Amangkurat I. Sebagai bentuk protes terhadap Sultan Agung, Pangeran Bumidirdjo menyingkir dan menetap di dekat Sungai Luk Ulo. Dia mengaku bernama Ki Bumi agar bisa diterima masyarakat setempat.
Asisten I Sekda Mahmud Fauzi yang memandu diskusi berharap FGD kedua ini makin mengerucut agar ada opsi-opsi untuk pijakan menentukan hari jadi. Pihaknya pun tak bisa memutuskan, karena hasil kajian Tim UGM itu setelah selesai menjadi naskah akademik akan diserahkan ke DPRD Kebumen untuk dilakukan FGD di Legislatif.
Tim peneliti UGM Danang Indraprayuda menambahkan, pihaknya meneliti beberapa sumber sejarah lokal mulai Babad Kebumen, Babad Arungbinang, Babad Panjer dan folklore Kolopaking. Dari studi pustaka itu mengerucut pada kehadiran Pangeran Bumidirjo di Desa Panjer.
Menurut Danang, dari Babad Kebumen dan Babad Arungbinang diceritakan bahwa Pangeran Bumidirdjo dari Mataram yang tidak setuju dengan kebijakan Amangkurat I lalu membuka tanah di sekitar Sungai Luk Ulo. Dia melepas kebangsawanannya agar membaur dengan masyarakat. Danang juga mengungkap data lain, ada peran tokoh lokal Kiai Bodronolo.
Sultan Agung pernah meminta tolong Bodronolo menyediakan logistik saat Mataram hendak menyerang Batavia pada 1628-1629. Dirunut secara kesejarahan, peristiwa penyerangan Sultan Agung ke Batavia itu mengandung ketaladanan, karena Kiai Bodrononolo berhasil membantu Mataram menghimpun bahan pangan dari daerah Kebumen untuk prajurit Mataram. (B3-32)
sumber : suaramerdeka.com