Buntut Larangan Pembelian Gunakan Jerigen, Pemkab Cabut Rekomendasi Pengecer BBM

KEBUMEN -  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen menindaklanjuti kebijakan Pertamina yang memberlakukan larangan pembelian jerigen di SPBU. Menindaklanjuti kebijakan dari Pertamina itu, Pemkab kini mencabut rekomendasi kepada pengecer BBM.

Sebelumnya para pengecer hanya dapat membeli BBM di SPBU dengan membawa surat rekomendasi dari kecamatan.

Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Kebumen, Wahyu Siswanti SE MSi mengatakan, kebijakan rekomendasi premium kepada pengecer dibuat pada tahun 2013 silam, yakni semasa kepemimpinan Bupati H Buyar Winarso SE.  Meski bertentangan dengan UU Migas, kebijakan itu dibuat untuk memfasilitasi masyarakat yang membutuhkan premium dengan kondisi geografis jauh dari SPBU.

Kebijakan dibuat dengan maksimal pembelian premium atau solar 50 liter perhari. “Namun karena saat ini Pertamina tidak lagi memperbolehkan menjual premium kepada pembeli yang menggunakan jerigen, maka Pemkab tidak lagi memberi rekomendasi,” tuturnya ditemui Ekspres di ruang kerjanya, Selasa (23/8/2016).

Pada bagian lain, Wahyu mengaku cukup menyayangkan sikap Pertamina terkait pemberlakuan peraturanl arangan pembelian jerigen di SPBU. Aturan itu dikeluarkan Pertamina tanpa koordinasi dengan Pemkab serta minim sosialisasi. Dia mengatakan Pertamina tidak memberikan tembusan kepada Pemkab terkait kebijakan itu. Pertamina hanya memberitahu kepada Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak (Hismawa) Kebumen. "Saya sempat melakukan protes kepada Pertamina soal ini," kata pejabat asal Boyolali tersebut.

Adanya aturan Pertamina yang sekonyong-konyong itu, dikatakan Wahyu akan menimbulkan persoalan di lapangan. Benar saja, kekhawatirannya terbukti. Salah satunya, soal adanya pembeli yang ditolak SPBU meski dia sudah mengantongi surat rekomendasi dari Camat.  “Seharusnya dua minggu sebelum peraturan itu dijalankan terlebih dulu dilakukan sosialiasi. Kemarin beberapa camat sempat mengeluh, sebab sudah memberi rekomendasi namun ditolak,” paparnya

Wahyu menambahkan, semua pengecer BBM baik itu yang menjual dengan botol, maupun Pertamini (SPBU mini) harus mempunyai ijin. Sebab jika tidak memenuhi standar keamanan, itu akan sangat berbahaya. “Jika pengecer menyimpan ratusan liter bensin tanpa standar pengamanan yang baik, itu sangat berbahaya. Sebab sedikit api saja dapat membuat bencana,” terangnya.

Keputusan Pertamina yang tidak lagi menjual premium kepada pembeli menggunakan jerigen sejak tanggal 20 Juli silam juga disayangkan oleh pengecer BBM. Sebab awalnya masyarakat justru menganggap pertamax atau pertalite adalah bensin campur.

Akibatnya, pengecer pun sempat mengalami penurunan omset penjualan. Kini meski pun mayoritas masyarakat sudah mengetahuinya, namun omset yang didapat belum sepenuhnya sama seperti saat menjual premiun. “Saat ini masyarakat sudah bisa menerima, tapi omset penjualan masih belum sepenuhnya stabil,” tutur salah satu penjual bensin ecaran Ahmad Riyad.


Warga RT 1 RW 1 Desa Kebulusan Kecamatan Pejagoan ini menuturkan, bila dibandingkan dengan saat menjual premium, penurunan omset yang dirasakan kini masih mencapai 10 persen. Itu sudah jauh berbeda bila dibandingkan dengan awal mula adanya kebijakan dari Pertamina. “Awalnya sepi, itu disebabkan kurangnya sosialisasi dari kebijakan itu. Kini masyarakat sudah dapat menerima pertamax dan pertalite,” ucapnya. (mam) (kebumenekspres.com)