Setelah Ramai, Mangrove Ayah Jadi Rebutan

KEBUMEN - Setelah ramai dikunjungi oleh wisatawan, keberadaan hutan mangrove di kawasan Pantai Logending, Kecamatan Ayah, mulai dipersoalkan. Masyarakat sekitar yang tergabung dalam Kelompok Tani Sri Rejeki Desa Ayah, mempermasalahkan pengelolaan kawasan mangrove oleh Kelompok Peduli Lingkungan Pantai Selatan (KPL Pansela), yang dinilai tidak melibatkan masyarakat setempat.

Masalah ini muncul saat libur lebaran kemarin, wisata edukasi Mangrove Ayah dikunjungi oleh ribuan wisatawan. Sedangkan, pihak Kelompok Tani Sri Rejeki dan Pemerintah Desa Ayah, yang mengklaim turut merintis hutan mangrove sebelum KPL Pansela tidak dilibatkan.

Salah seorang pengurus Kelompok Tani Sri Rejeki, Sukirman mengatakan, pihaknya kecewa dan menyayangkan pengelolaan hutan mangrove. Apalagi, para pegiat KPL Pansela yang mengelola wisata hutan mangrove merupakan warga dari desa lain, bukan dari Desa Ayah sendiri. Sukirman, mengaku sebenarnya masyarakat tidak akan mempersoalkan jika Pemdes Ayah dan masyarakat setempat dilibatkan dalam pengelolaan hutan mangrove sebagai tempat wisata. Tak hanya itu, pendapatan dari pengelolaan wisata hutan mangrove, harus memberikan kontribusi untuk Desa Ayah maupun warga sekitar.

"Bagaimana tidak kecewa, warga yang asli orang Desa Ayah malah tidak ikut menuai hasil, sementara mereka yang bukan warga sini malah memetik hasilnya," ungkap Sukirman.

Sukirman menegaskan, pihaknya hanya meminta pengelola Kawasan Wisata Mangrove Ayah melibatkan pemerintah desa dan masyarakat setempat. Menurutnya, selama ini masyarakat hanya mengetahui pengembangan hutan mangrove untuk pelindung dari bahaya tsunami dan pelestarian alam. Sehingga masyarakat mau bergotong royong ikut membantu mengembangkan. "Namun sekarang malah jadi tempat wisata dan setelah ada hasilnya warga sama sekali tidak menikmati," imbuhnya.

Pembina KPL Pansela Sukamsi, mengakui bahwa untuk pengelolaan hutan mangrove sebagai obyek wisata memang belum melibatkan masyarakat sekitar maupun Pemerintah Desa Ayah. Hal itu, dilakukan mengingat pengelolaan hutan mengrove sebagai wisata belum dikonsep secara matang.

Pihaknya juga tidak menduga pada libur lebaran kemarin, hutan mangrove yang berada di kawasan Pantai Logending, dikunjungi oleh banyak wisatawan. Padahal, persiapan pengelolaan wisata hutan mangrove pada lebaran kemarin dilakukan serba mendadak. "Kita juga tidak menyangka ternyata antusiasme pengunjung cukup ramai. Kedepanya kita juga akan melibatkan masyarakat sekitar," tegas Sukamsi.

Sementara itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Kebumen, turun langsung memediasi persoalan antara KPL Pansela dengan Pemdes Ayah.
Pihak KPL Pansela selaku pengelola hutan mangrove dan Pemerintah Desa, BPD, LKMD, tokoh masyarakat serta Kelompok Tani Sri Rejeki, di Balai Desa Ayah, belum lama ini.

Meski mediasi sempat berlangsung alot. Namun akhirnya persoalan yang terjadi diantara kedua belah pihak menemui titik temu. Kedua belah pihak sepakat untuk membagi hasil pendapatan dari pengelolaan hutan mangrove sebagai obyek wisata. 

Hasil pendapatan dari hasil kunjungan wisatawan, sebesar 45 persen untuk pengelola hutan mangrobe dan 30 persen untuk pengembangan. Sedangkan, 15 persennya untuk kas desa, 5 persen untuk kegiatan sosial dan 5 persennya lagi untuk kas Muspika, Polair dan Pos TNI AL.

Kepala Dishutbun Kebumen, Djunaedi Faturrohman, menjelaskan, berkaitan dengan hasil yang telah disepakati dalam mediasi, pihaknya juga akan terus mengawal pelaksanaanya. Dia berharap agar dari pihak pengelola maupun masyarakat saling mendukung pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove yang ada. Mengingat keberadaan hutan mangrove yang ada di Desa Ayah tersebut saat ini tengah menjadi perhatian pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk dikembangkan.

"Kalau bisa persoalan seperti ini tidak muncul kembali, baik dari pihak pengelola dan masyarakat diharapkan saling bergandengan tangan untuk mengembangkannya," tandanya.(ori)  (kebumenekspres.com)