Mengenal Kopi Pesisir Khas Kebumen

AMBAL - Desa Kucangan, Ambal, Kebumen merupakan sebuah daerah penghasil kopi. Berbeda dengan desa penghasil kopi lainnya yang berada di dataran tinggi, Desa Kucangan justru berada di pesisir selatan Kebumen, sekitar 10-15 meter di atas permukaan laut.

Yuridulloh, salah satu petani kopi yang ditemui CNN Indonesia sudah lima tahun mengembangkan kopi pesisir di Kucangan. Bisa dibilang ia adalah orang pertama yang mengembangkan kopi tersebut setelah sekian lama kopi-kopi di kawasan pesisir itu dibiarkan begitu saja.

Kala itu Yuri sangat menyayangkan potensi pohon kopi yang sudah ada tapi justru tidak terawat dan tidak dikembangkan. Akhirnya ia pun memutuskan untuk mengembangkan tanaman kopi di daerahnya itu.

"Saya mengembangkan kopi berawal dari 20 biji kopi robusta. Kopinya tumbuh subur dan berbuah, dia tumbuh di bawah tegakan pohon kayu," kata Yuri saat ditemui di rumahnya di Desa Kucangan, Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (20/9). 

Kendati tumbuh subur, Yuri sempat kehilangan tumbuhan kopi miliknya itu. Pohon yang semula menjadi 'sandaran' pohon kopi harus ditebang dan akhirnya semua pohon kopi mati.

Melihat kenyataan tersebut, Yuri kembali mengumpulkan niat untuk menanam kopi lagi. Tak tanggung-tanggung, ada lima jenis kopi sekaligus yang ia tanam, yaitu robusta, arabica, liberica, java, dan excelsa.

Semua pohon ia rawat dengan baik sehingga pohon-pohon itu pun bisa menghasilkan banyak biji kopi untuk Yuri.

"Liberica satu pohon umur lima tahun bisa menghasilkan 25 kilo. Robusta bisa menghasilkan ratusan biji kopi," ujar Yuri.

Saat CNN Indonesia beserta rombongan menyambangi tempat tinggal Yuri, ia begitu piawai menjelaskan kopi-kopi yang merupakan hasil kebunnya sendiri. Tanpa ragu ia menjelaskan perbedaan rasa kopi satu sama lain. Begitu juga dengan beda rasa kopi ketika ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah seperti yang ia lakukan.

"Arabica bentuk bijinya pipih, keabuan. Rasanya agak masam, kalau dikonsumsi bawaannya tenang," ujar Yuri.

"Liberica kalau ditanam di ketinggian cenderung rasanya seperti sayur. Misal ada tanaman cengkeh dan kopi pasti baunya akan ada cengkehnya juga. Kalau ditanam di sini (pesisir) ada bau tanahnya dan bau nangka."

Liberica, kata Yuri, juga memiliki kafein yang lebih ringan dibandingkan dengan robusta. Hampir serupa dengan arabica, tapi harum dan masamnya berbeda.

Rasa khas kopi pesisir juga muncul pada kopi robusta. Jika ditanam di dataran tinggi, kopi robusta rasanya seperti rasa cokelat. Tapi kalau di pesisir, kata Yuri, rasa dan aroma kopinya justru lebih kuat.

"Kalau yang tidak biasa minum, kepalanya seperti menggunakan helm 40 kilogram. Berat sekali. Kalau lagi galau, efeknya seperti orang nyabu. Kalau lagi ceria, jadi agresif," kata dia. 

Pengembangan kopi sebagai bisnis dan wisata

Bukan tanpa tujuan Yuri mengembangkan kopi pesisir di rumahnya sendiri. Ia pun membuka bisnis sebagai produsen kopi pesisir dari kebumen.

Saat ini Yuri pun sudah memiliki nama untuk merek kopinya sendiri, yaitu Yuam. Nama itu diambil dari namanya sendiri dan kota asalnya, Ambal.

Produksi kopi yang dilakukan Yuri pun masih sederhana. Ia memilih memproses biji kopinya secara tradisional untuk mempertahankan rasa khas dari kopi itu sendiri.

Tidak hanya dipasarkan di Kebumen, Yuri juga mengaku sudah mendapat tawaran untuk memasok kopi di kafe kopi ternama di Jakarta.

"Dari Jakarta mintanya tradisional, yang baunya sangit. Saya roasting sendiri, ada yang mesin ada yang tradisional, sesuai permintaan saja. Kalau di kafe ada yang minta bubuk, ada hang minta biji nanti mereka giling sendiri," ujar Yuri.

Di luar itu, Yuri pun ingin mengembangkan kopinya ke arah pariwisata. Ia ingin kopi pesisir menjadi salah satu daya tarik wisata dari Kabupaten Kebumen, terutama Desa Kucangan di Ambal.

"Saya ingin menembangkan kopi sebagai pariwisata kebumen, tapi masih dalam proses, packaging-nya belum," kata dia. 

( Tri Wahyuni, CNN Indonesia )


SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2015/09/mengenal-kopi-pesisir-khas-kebumen.html#ixzz3n5SunyKv