Petani LuarDaerah Mulai Tertarik ; Pertanian Tanpa Pupuk Dilirik

KEBUMEN- Pertanian tanpa pupuk yang sudah diterapkan Purnomo Singgih, warga Kelurahan Panjatan, Kecamatan Karanganyar, Kebumen menarik petani luar daerah. Setelah beberapa waktu lalu, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan dan Swadaya (P4S) Sinar Mutiara pimpinan Purnomo Singgih dikunjungi petani dari Surabaya, Minggu (10/5) didatangi petani dari Tegal.

Mereka antusias belajar pertanian tanpa pupuk tersebut. Kedatangan petani asal Desa Balak Pacing, Kecamatan Dukuh Waru, Tegal itu didampingi dinas terkait serta penyuluh pertanian dan Kades Balak Pacing Sigit Sunoto. Suasana tempat belajar pertanian yang teduh, membuat betah peserta yang berjumlah 100 orang itu.

Tohirin (42), warga Desa Bulak Pacing yang ikut belajar pertanian tanpa pupuk di P4S Sinar Mutiara itu mengaku baru menerapkan untuk tanaman bawang merah dan bawang putih. Adapun untuk tanaman padi masih dilakukan secara bertahap. “Pupuk kimianya baru kami kurangi 25 persen. Tetapi untuk pestisida sudah tidak menggunakan lagi,” kata Tohirin yang mengaku lebih dulu belajar pertanian tanpa pupuk kepada Purnomo Singgih saat road show di Tegal beberapa waktu silam.

Petani dari Tegal sangat berkepentingan mengikuti pertanian tanpa pupuk. Pasalnya, tanah di daerah Pantura itu sudah rusak akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara terus menerus. Dengan belajar pertanian tanpa pupuk, diharapkan mampu mengembalikan unsur hara tanah, sehingga daerah itu menjadikan subur kembali. “Setelah pupuk kimianya dikurangi, lambat laun kami tidak akan menggunakan pupuk kimia lagi,” jelasnya.

Ketua P4S Sinar Mutiara Purnomo Singgih mengemukakan, kebutuhan pupuk kimia per hektare umumnya 1,5 ton. Untuk mengikuti pertanian tanpa pupuk, lanjut Purnomo, pada masa tanam pertama penggunaan pupuk kimianya dikurangi 50 persen. Begitu juga pada masa tanam kedua. Selanjutnya pada tahun kedua pada masa tanam pertama dikurangi 5 persen.

Bagian Atas

“Setelah itu lepas dari pupuk kimia,” jelas Purnomo Singgih sembari mengatakan, hingga 1,5 tahun lamanya sudah berani tidak menggunakan pupuk kimia. Sebagai ganti, karena tidak menggunakan pupuk kimia, pada saat panen hanya diambil pada bagian atasnya saja. Adapun sepertiga tanaman padi yang menjadi jerami dibiarkan dan diolah dengan tanah. Menurut Purnomo Singgih, untuk jerami di sawah seluas 100 ubin sama dengan 50 kg urea. Jadi dengan memanfaatkan jerami sudah tidak perlu lagi menggunakan urea, termasuk juga pupuk NPK.

Mengenai hasil panen padi yang sudah meninggalkan urea, pada masa tanam pertama mencapai 5,5 ton per hektare. Adapun yang masih semi organik mencapai 14,64 per hektare. “Untuk organik kelanjutan menghasilkan 8-12 ton padi per hektarenya, tergantung varietas yang ditanam setelah 5 tahun tidak menggunakan pupuk kimia,” jelasnya. Selain tanpa pupuk kimia, Purnomo Singgih juga memperkenalkan pertanian tanpa pestisida.

Penanganannya pun menggunakan bahanbahan yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya, untuk menangani wereng cukup menggunakan saus cabai atau jamur beveria, jamur yang dihasilkan dari walang (belalang) sangit yang mati karena jamur. Untuk menangani keong hanya menggunakan nasi aking dikukus dan dicampur abu dapur atau pembakaran batu bata. “Bisa juga menggunakan daun patah tulang,” imbuhnya. Penyemprotan tanaman padi yang biasanya menggunakan pestisida pun bisa dilakukan dengan air leri.

Lebih lanjut Purnomo Singgih mengatakan, di kabupaten berslogan Beriman ini sudah banyak petani yang menerapkan teori dari P4S Sinar Mutiara Kelurahan Panjatan. Dan hasil panennya selain melimpah juga sehat untuk dikonsumsi. (K5-32)

 

sumber : suaramerdeka.com