1 Jam Antre Air Bersih, Sehari Mandi Sekali
KEBUMEN - Selama Lebaran, antrean tidak hanya terjadi di jalan raya. Di sejumlah desa di Kabupaten Kebumen yang mengalami kekeringan, juga muncul antrean panjang. Namun bukan antrean kendaraan, melainkan deretan jerigen yang antre untuk diisi air bersih dari mata air yang debitnya mulai berkurang akibat kemarau.
Seperti di Dukuh Kembangabang, Desa Giripurno, Kecamatan Karanganyar, antrean jerigen berjalan tertib meski tanpa ada yang mengatur. Tidak seperti antrean kendaraan di jalan raya yang kerap diwarnai 'rebutan jalan' dan aksi main serobot.
"Warga antre mendapatkan air bersih dengan kesadaran tinggi. Jerigen diletakan berdasar urutan kedatangan. Tidak ada yang mengatur dan tidak ada yang mau menyerobot," ungkap mantan Kepala Dukuh Kembangabang, Parsum (42).
Kebutuhan air bersih warga Dukuh Kembangabang yang berjumlah sekitar 250 KK, dipenuhi dari Mata Air Pancuran. Beruntung pada tahun 2003 ada bantuan dari Pemkab Kebumen sehingga air dari mata air bisa disalurkan melalui pipa peralon ke perkampungan. Kemudian warga menyambung dengan pipa plastik hingga sampai rumah.
"Sebelum ada bantuan, warga harus ke mata air yang ada di hutan dengan jarak dari perkampungan terdekat sekitar 1,5 kilometer," ujar Parsum.
Hanya saja, kemarau membuat debit mata air berkurang sehingga tidak mampu mengalir sampai ke rumah. Warga pun mengalah mengambil air bersih dengan jerigen dari pipa yang diputus sebelum didistribusikan ke rumah-rumah.
Deretan jerigen yang antre untuk diisi air bersih, 'menyemarakkan' Lebaran di dukuh yang ada di pegunungan itu. Krisis air bersih membuat warga mematuhi pembatasan tak tertulis, yakni dalam sehari hanya bisa mengambil air bersih 4 jerigen. Dengan begitu, semua warga kebagian. Warga memaklumi meski selama Lebaran, kebutuhan air bersih meningkat dengan datangnya para pemudik.
Air bersih yang diambil dengan jerigen, dipakai untuk memenuhi kebutuhan dapur. Sedangkan untuk mencuci, warga membuat belik di sungai kecil yang ada di hutan. Untuk mencapainya, warga harus jalan kaki selama 30 menit.
Terbatasnya air membuat warga hanya mandi sekali dalam sehari. Itupun hanya dengan 1-2 ember kecil. "Yang penting membasahi badan," ujar Wagini (30) warga setempat di sela-sela menunggu giliran mengambil air bersih.
Panjangnya antrean membuat waktu tunggu mengisi jerigen bisa mencapai 1 jam. Debit mata air yang berkurang membuat antrean tidak berlangsung selama 24 jam. Antrean dimulai pukul 05.00 hingga 12.00, dan dari pukul 15.00 hingga 20.00.
"Kalau diambil terus, air mata air akan habis karena debit air yang keluar dari mata air tidak sebanding dengan tingginya kebutuhan masyarakat. Karena itu diberi sela waktu agar air di mata air penuh lagi," jelas Parsum. (Suk)(KRjogja.com)