Penambang Batu Dikenai Wajib Lapor

KEBUMEN- Delapan orang penambang batu di kawasan hutan negara diperiksa Unit IV Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kebumen, Senin (23/2).

Pemeriksaan dilakukan menyusul operasi penertiban yang dilakukan aparat kepolisian dua hari sebelumnya. Dari delapan orang yang dimintai keterangan, lima di antaranya penambang dan pengepul yang batunya disita polisi.

Yakni Sugeng Riyanto (51) warga Desa Karangmaja, Suparno (60) warga Desa Kalirejo, Slamet (38) warga Desa Ginandong Katnah (33), warga Desa Ginandong, dan Eno (32) warga Desa Kalirejo, Karanggayam. Adapun total sekitar satu ton berbagai jenis batu masih diamankan di Mapolres Kebumen.

Kapolres Kebumen AKBP Faizal melalui Kasat Reskrim AKP Willy Budiyanto menjelaskan, selain dimintai keterangan, para penambang juga diberi pembinaan, penyuluhan dan penyadaran. Salah satunya, sosialisasi Pasal 91 Undang-undang RI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Bahkan orang dengan sengaja menjual, menguasai, memiliki dan atau menyimpan membeli, memasarkan, dan atau mengolah hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin dipindana dengan pidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun.

Termasuk adanya denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 5 miliar. ”Selain itu, para penambang yang kapasitasnya masih sebagai saksi, dikenakan wajib lapor,” ujar Willy Budiyanto kepada Suara Merdekadi sela-sela pemeriksaan. Dia menambahkan, praktik penambangan yang terjadi di kawasan hutan negara wilayah Kebumen sudah berlebihan.

Bahkan petugas Perhutani kewalahan menghalau para penambang untuk tidak menambang di kawasan hutan. ”Adapun untuk barang bukti berupa batu bahan akik yang berasal dari hasil penambangan liar di kawasan hutan, nantinya akan diserahkan kepada negara, dalam hal ini Perhutani,” ujar Willy Budiyanto.

Disayangkan

Sementara itu, penertiban yang dilakukan aparat kepolisian ditanggapi beragam. Paiman, salah satu tokoh masyarakat Karanggayam yang mendampingi para penambang menyayangkan penyitaan yang dilakukan aparat kepolisian. Pasalnya, polisi menyita tidak hanya di lokasi penambangan, tetapi juga batu dari rumah warga.

Menurut dia, batu yang disita polisi bukan hanya dari hasil penambangan di kawasan hutan negara. Seperti penambangan di Desa Ginandong itu dilakukan di tanah masyarakat dan maupun pengambilan di sungai. Jika di Bukit Buluberas identik dengan batu badar besi, tetapi yang bukan badar besi bukan berasal kawasan hutan.

”Sekarang ini para penambang maupun yang mencari batu di sungai juga mengalami trauma,” ujar Paiman saat ditemui di Mapolres Kebumen. Menurut dia, seharusnya ada pemberitahuan dan pembinaan dari pihak terkait, seperti petugas Perhutani untuk menyampaikan lokasi mana yang diperbolehkan ditambang dan yang tidak boleh.

Termasuk titik-titik yang dilarang ditambang juga harus dijelaskan. ”Dampak dari razia ini, produksi batu akik pun menjadi berhenti dan penambang merasa ketakutan, karena berhadapan dengan hukum,” katanya. Sementara itu, berita penyitaan satu ton batuan bahan akik oleh polisi mendapatkan perhatian penggemar maupun perajin batu akik. Berbagai komentar banyak yang disampaikan melalui grup Facebook.

Salah satunya Batu Akik Kebumen Online. Bahkan beberapa member meng-upload berita menganai penyitaan tersebut. Akun Rudy Siswanto yang mengunggah kliping berita di Suara Merdeka dengan pesan, ”Ati2 sing pd golet bahan lur..” hingga pukul 17.30 mendapat 68 like dan 60 komentar.

”Kumpulkan teman2 pecinta baku akik Kebumen….kita menghadap pak bupati dgn pake kaos Badar Besi Kebumen…hahahhaahahaha… pada setuju ora?..” tulis akun Totok ‘EverForward’ Subiyakto di grup yang memiliki lebih dari 20.000 anggota tersebut. (J19-32)

 

sumber : suaramerdeka.com