Kini, Tak Banyak yang Pasang Damar Kurung
TRADISI masyarakat Kebumen memasang damar kurung (sejenis lampion), mulai hilang. Damar kurung berarti damar atau dian (lampu) yang dikurung sehingga disebut pula dian kurung. Biasanya damar kurung dipasang berderet di depan rumah dan di pinggir jalan untuk menyemarakan malam bulan Ramadan dan Lebaran.
Lunturnya tradisi memasang damar kurung seiring terangnya malam oleh lampu listrik. Masyarakat juga memilih praktisnya saja, yang penting halaman terang oleh lampu listrik. Kondisi itu pada akhirnya membuat banyak perajin damar kurung berhenti berproduksi.
"Dulu ketika belum semua menggunakan listrik, dalam sehari bisa menjual puluhan damar kurung. Sekarang, meski sudah Lebaran, belum ada seratus damar kurung yang terjual," ungkap Sahroni (42) warga Dukuh Kebanaran, Kelurahan Tamanwinangun, Kecamatan Kebumen, yang masih bertahan membuat damar kurung.
Kerangka damar kurung terbuat dari bambu. Bentuknya ada yang segi tiga, segi empat, dan segi lima dengan ukuran bervariasi. Kerangka kemudian dibungkus dengan kertas warna-warni. Harganya Rp 3 ribu untuk ukuran paling kecil.
Ada pula damar kurung berbentuk tabung dengan diameter sekitar 0,5 meter dan panjang 1 meter. Damar kurung tabung lebih rumit membuatnya karena dibuat berlapis. Lapisan dalam diberi ornamen berbentuk binatang dan lainnya yang bisa berputar jika kena angin.
Sorot lampu dari dalam menciptakan bayangan indah ornamen yang berputar. Oleh Sahroni, damar kurung tabung ditawarkan dengan harga Rp 30 ribu. "Lampu di dalam damar kurung bisa menggunakan lampu listrik," ujar Sahroni yang dalam kesehariannya bekerja sebagai tukang bangunan. (Suk)