Tidak Jarang Rakit Terbawa Banjir ; Muhtari, Penarik Rakit di Sungai Luk Ulo
MUHTARIterlihat dudukduduk santai di pinggir Sungai Luk Ulo di wilayah Dusun Legok, Desa/Kecamatan Pejagoan, Kebumen, Rabu (14/1) siang. Sesekali pria yang berusia 66 tahun itu, beranjak untuk mengencangkan tali rakit bambu yang sudah longgar. Mukanya tiba-tiba berseriseri saat seorang perempuan setengah baya datang. Tanpa banyak cakap, dengan cekatan bapak lima anak itu pun bekerja, membawa rakit atau gethek menyeberangi Sungai Luk Ulo yang arusnya relatif masih cukup deras. “Sudah 20 tahun lebih saya menyeberangkan orang seperti ini,” kata warga Dusun Legok itu saat ditemui Suara Merdeka di sela-sela menyeberangkan warga.
Menurut kakek empat cucu itu, dulu ratusan warga memanfaatkan jasa rakitnya untuk menyeberangi Sungai Luk Ulo. Baik warga Kecamatan Pejagoan yang mau ke Kota Kebumen atau sebaliknya. Sebab saat itu hanya ada Jembatan Tembana, sehingga menyeberang menggunakan rakit efektif. Namun setelah jembatan Pejagoan dibangun, warga mulai meninggalkan penyeberangan tradisional itu. “Sekarang sepi sekali, sehari paling hanya ada lima orang yang menyeberang,” imbuh Muhtari sembari mengelap keringatnya.
Meskipun sudah jarang warga yang memanfaatkan jasanya, Muhtari masih tetap bertahan mengoperasikan rakit miliknya. Saat ini hanya tinggal dia seorang diri yang mengoperasikan rakit. Sebelumnya ada satu temannya, tetapi beberapa tahun lalu memilih berhenti. Banjir Berhenti Sehari-hari, pria yang sudah mulai terganggu pendengarannya itu melayani masyarakat sejak pukul 06.30 hingga pukul 17.00. Salah satu yang memanfaatkan jasa penyeberangan adalah pedagang yang akan pergi ke pasar. Sekali menyeberang, biasanya memberi uang lelah seikhlasnya antara Rp 1.000 sampai Rp 2.000. Dalam sehari, rata-rata mendapatkan Rp 10.000-Rp 15.000. Tetapi tidak jarang, dua hari tak mendapatkan apa-apa, seperti kemarin sampai pukul 14.000 baru dua orang yang menyeberang. “Selama air sungai tidak banjir besar masih beroperasi. Tetapi kalau arusnya deras, ya tidak berani,” kata pria yang sehari-hari berternak ayam di rumahnya. Suka duka dialami Muhtari selama melayani jasa penyeberangan rakit. Tidak jarang rakitnya hilang karena terbawa banjir.
Padahal untuk membuat rakit diperlukan biaya yang tidak sedikit. Rakit yang digunakan adalah 18 batang bambu ampel yang dijajar dan diikat menjadi satu. “Sukanya, pekerjaan ini diniati ibadah menolong orang. Semoga menjadi amal kebaikan,” tuturnya.
Ya, di sepanjang aliran Sungai Luk Ulo, terdapat banyak jasa penyeberangan yang masih eksis. Maklum di aliran sungai yang berkelok-kelok itu tidak banyak dibangun jembatan. Di hulu Sungai Luk Ulo, rakit penyeberangan yang cukup ramai terdapat di Desa Seboro, Kecamatan Sadang. Kemudian di Desa Karangrejo, Kecamatan Karanggayam dengan Desa Kaligending, Karangsambung. Di Desa Kebagoran, Kecamatan Pejagoan yang berbatasan dengan Desa Kemangguan juga masih beroperasi rakit penyeberangan. “Mulai dari anak sekolah, guru, pedagang, penggiling padi, hingga pencari rumput yang ikut menyeberang,” ujar Turiman (50) warga Desa Kebagoran yang juga pemilik rakit. (Supriyanto-32)
sumber : suaramerdeka.com