Kebangkitan Batik Tulis Kebumen ; Oleh Nurul Chasanah

Kabupaten Kebumen tidak hanya kaya potensi pertanian, wisata pantai, dan gua, tapi juga industri kecil. Bahkan terkait dengan keberadaan industri kecil, Bupati Buyar Winarso mendapatkan Kadin Award 2014 pada November 2014, dari hasil industri berupa kue tradisional, genting, batu bata, dan kerajinan tas daun pandan. Sebenarnya ada industri kecil lain yang sekarang tengah naik daun, yaitu batik tulis Kebumen.

Selama ini batik tulis dari Kebumen masih kalah pamor dari batik Pekalongan atau Solo. Kini usaha kerajinan batik tulis Kebumen dalam skala rumah secara nyata mulai membuka lapangan kerja baru dan menjadi peluang bisnis bagi sejumlah usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Secara tidak langsung industri batik Kebumen membantu upaya pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Semangat perajin batik ditularkan melalui pelatihan membatik, sekaligus memperkaya khazanah industri kerajinan di Kebumen. Kabupaten yang mempunyai moto Bersih, Indah, dan Nyaman (Beriman) dengan warga yang kreatif, rajin, dan inovatif pun bisa tersematkan lewat batik.

Untuk mengembangkan budaya lokal khususnya seni batik, Pemerintah Kabupaten Kebumen juga mendukung dengan memfasilitasi upaya warga setempat atau komunitas mengembangkan ”budaya” membatik. Dukungan itu, selain dalam rangka nguri-uri warisan budaya masyarakat setempat, juga diharapkan memunculkan aliran motif batik baru dan memperkuat kearifan lokal.

Pesona batik tulis dari Kebumen sebenarnya tidak kalah dari batik daerah lain di Jawa Tengah. Batik Kebumen didominasi motif bunga kantil, dan yang paling khas adalah penonjolan motif burung walet, sebagai ikon atau penanda kabupaten tersebut, yang juga penghasil sarang burung walet.

Kebangkitan batik tulis Kebumen dimulai tahun 2006 setelah beberapa tahun sebelumnya bisa dikatakan mati suri. Kebangkitan itu tidak terlepas dari kegairahan baru warga Kebumen untuk mengenakan busana batik, bahkan sebagai pakaian sehari-hari. Pemkab telah mengeluarkan edaran supaya PNS mengenakan batik tiap Rabu, dan khusus pegawai perusahaan swasta tiap Kamis.

Perajin pun menyadari perlunya pembaruan motif lewat penggalian-penggalian pustaka atau pemodifikasian motif lama. Hal itu mengingat mereka juga menyadari bahwa batik Kebumen tidak hanya menyasar pasar lokal tapi juga supaya bisa bersaing di pasar luar daerah. Kini kita bisa melihat bahwa batik tulis Kebumen tidak hanya mengandalkan motif walet atau kantil tapi juga mulai mengintroduksi motif komodo, gajah, dan anggrek.

Dunia pendidikan pun mendukung upaya itu dengan menjadikan mata pelajaran membatik sebagai muatan lokal (mulok). Kita perlu mengapresiasi upaya pihak sekolah yang cepat tanggap menyemaikan kecintaan terhadap batik pada kalangan anak didik sedari dini. Hal itu sekaligus untuk memupuk rasa memiliki terhadap budaya masyarakat setempat.

Berpeluang

Beberapa pengusaha berpendapat batik tulis Kebumen berpeluang menembus pasar ekspor. Desainer kondang, Robby Tumewu pun memujinya dengan mengatakan dari sisi corak, batik Kebumen sebenarnya tidak kalah bagus dari batik daerah lain di Jateng. Ia menyarankan pembaruan yang terkait dengan pewarnaan yang selama ini masih didominasi warna cokelat dan merah.

Wacana penciptaan batik Kebumen sebagai ikon, identitas atau produk asli bisa diwujudkan antara lain melalui pembuatan cendera mata berupa suvenir, tas, sandal, tempat tisu, hiasan, gantungan kunci, map buku, kantong HP, atau tas laptop berbahan dasar batik Kebumen.

Lewat cara itu pemasyarakatan batik tulis Kebumen bisa lebih cepat membumi.
Yang tak kalah penting adalah kontinuitas dukungan dari kalangan eksekutif, termasuk wakil rakyat dan tokoh masyarakat mengingat masyarakat kita masih mengacu budaya paternalistik. (10)

— Nurul Chasanah SPd, guru Bahasa Inggris SMP PGRI 1 Kebumen, anggota Forum Penulis Kebumen (FPK)

 

sumber : suaramerdeka.com