Kepala Desa Geruduk DPRD
KEBUMEN - Disahkannya UU Desa memberi harapan yang besar bagi masyarakat desa untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan infrastruktur dengan adanya anggaran lebih dari Rp 1 miliar. Namun UU Desa bagi kepala desa menjadi mimpi buruk karena para kepala desa tidak lagi memperoleh tanah bengkok, tetapi akan mendapatkan digaji tetap.
Paguyuban kepala desa dan perangkat desa di Kabupaten Kebumen merasa was-was dengan isi Pasal 100 PP 43 tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Isinya mengatur pendapatan perangkat desa, termasuk dari tanah bengkok. Untuk memperjuangkan nasibnya itu, ratusan kepala desa dan perangkat desa mendatangi DPRD Kebumen, Selasa (2/12).
Mereka diterima di Ruang Paripurna DPRD oleh Wakil Ketua Miftahul Ulum, Ketua Komisi A Yudhy Tri Hartanto, dan sejumlah anggota Komisi A lainnya. Sedangkan dari pihak eksekutif, Sekda Adi Pandoyo, Kepala Bappeda Sabar Irianto, Kepala Bapermades Moh Amirudin, Kepala DPPKAD Supangat, serta Kabag Hukum Setda Kebumen Amin Rahmanurrasjid.
Juru bicara kepala desa, Widodo Sunu Nugroho, mengatakan dalam Pasal 100 dijelaskan jika minimal 70 persen anggaran yang masuk APBDes untuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dan maksimal 30 persen untukpenghasilan tetap perangkat desa. Yang jadi rancu adalah bengkok. “Kalau bengkok dimasukkan dalam kategori APBDes sebagaimana yang ada dalam Pasal 100, maka hak perangkat akan bengkok jadi hilang. Padahal Maksimal anggaran untuk gaji pegawai maksimal 30 persen,” ujar pria yang juga menjabat Kepala Desa Wiromartan, Kecamatan Mirit.
Untuk itu, pihaknya meminta kejelasan dari pemerintah pusat terkait hal itu. Para Kades dan perangkat desa berharap, urusan bengkok tidak diatur oleh pemerintah pusat, melainkan diserahkan ke masing-masing daerah. Pihaknya, tidak hanya menuntut pencairan dana anggaran desa, namun harus mengkritisi Pasal 100. Jika hal itu tidak dikritisi dan telanjur diterapkan, maka kerugian akan diterima Kades dan perangkat, meski dimungkinkan adanya judicial review.
Di sisi lain, tentang porsi pembagian anggaran sebagaimana yang tertera pada Pasal 82. Jika anggaran yang diterima desa Rp 500 juta maka 60 persen digunakan untuk penghasilan tetap perangkat dan kades. Sisanya untuk anggaran pemberdayaan ekonomi seperti pembangunan infrastruktur.
Untuk anggaran Rp 600 juta – Rp 700 juta maka 50 persennya untuk gaji perangkat dan kades. Untuk anggaran RP 700 juta – Rp 900 juta maka 40 persen untuk penghasilan tetap perangkat dan kades. Sementara anggaran desa yang mencapai lebih dari Rp 900 juta maka 30 persennya untuk gaji perangkat dan kades.
Kepala Bapermades Kebumen, Moh Amirudin, menjelaskan tanah bengkok desa merupakan salah satu pendapatan desa yang bersumber dari pendapatan APBDes. Amirudin mengatakan, pihaknya telah melakukan konsultasi terhadap persoalan tersebut kepada Kementerian Dalam Negeri pada 27 November lalu.
“Berdasarkan surat keberatan dari perangkat desa terhadap hal itu, sejumlah pasal yang dipersoalkan akan direvisi oleh Kementerian Dalam Negeri,” kata Amirudin, saat memberikan penjelasan kepada kepala desa dan perangkat desa.
Untuk mencari solusi konkret, Sekda Adi Pandoyo, akan memfasilitasi perwakilan kepala desa dan perangkat desa melakukan konsultasi langsung ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. “Karena kemarin waktu konsultasi tidak ada kepala desa maupun perangkat yang ikut, maka saya fasilitasi lima perwakilan kepala desa dan perangkat desa untuk melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri,” kata Adi Pandoyo.(ori/radarbanyumas)
SUMBER: http://www.beritakebumen.info/2014/12/kepala-desa-geruduk-dprd.html#ixzz3KswhJ0AW