Gapoktan Gunakan Mesin Pemanen Padi : Ditolak Buruh Tani
KEBUMEN - Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sari Bumi, Desa Krandegan, Kecamatan Puring, Kebumen menggunakan mesin pemanen padi. Penggunaan mesin tu memang lebih praktis dan efisien.
Namun, para buruh tani menolak kehadiran alat panen modern tersebut. Pasalnya, keberadaan mesin yang mampu merontokkan padi dalam waktu singkat itu menjadikan buruh tani kehilangan mata pencaharian. "Jika panennya dilakukan dengan mesin, lantas kami dapat apa?" kata Ratino (45), buruh tani asal Puring.
Protes itu lantas dimusyawarahkan dan diperoleh kesepakatan adanya pembagian lahan. Dan, meisn bantuan dari Dinas pertanian Provnsi itu pun beroperasi sampai wilayah lain. Seperti dua hari ini yang beroperasi di Kecamatan Petanahan.
Ketua Kelompok Tani sido Makmur Desa petanahan, Kecamatan Petanahan, Mardikar mengaku sengaja mendatangkan mesin pemanen padi milik Gapoktan Sari Bumi.
Libatkan Kru
Muntoha (48), operator mesin pemanen padi mengatakan, penanganan panen menggunakan mesin itu melibatkan kru yang berjumlah tujuh orang. Satu orang mengoperasikan mesin, dan lainnya memasukkan gabah dalam kantung dan mengangkut sampai rumah pemilik sawah. "Upahnya, untuk satu kuintal panenan ditarik 12 kg," katanya.
Untuk buruh tani, besaran bawon (upah gabah) sampai 15 kg untuk setiap hasil panen satu kuintal. Biaya yang lebih murah dengan penanganan yang praktis serta cepat dengan menggunakan mesin itu lebih disukai pemilik sawah.
Surip (60), warga Desa Karangduwur, Kecamatan Petanahan mengungkapkan, panen secara manual yang dilakukan buruh tani di sawahnya seluas 500 ubin sampai tiga hari. Sedangkan dengan menggunakan mesin pemanen hanya sekitar empat jam.
Mesin yang didatangkan tahun 2012 itu memproses dari memotong batang tanaman hingga langsung menjadi gabah. Adapun jeraminya sudah hancur.
Ketua Gapoktan Sari Bumi Krandegan Darusmin mengatakan, setiap musim panen bisa meraup empat ton. "Mesin ini tidak hanya bisa beroperasi di sawah yang kering, tetapi juga bisa beroperasi di sawah yang ada airnya. Asalkan lumpurnya tidak lebih dari 30 cm," imbuhnya. (K5-32)
sumber : suaramerdeka