Puskesmas Pejagoan Bangun Selter ; Penanganan Penderita Gangguan Jiwa

 

KEBUMEN - Minimnya pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap gangguan jiwa menjadi salah satu kendala penanganan pasien pengidap gangguan jiwa di Kebumen.

Misalnya, banyak kasus warga mengalami gangguan psikis yang menyebabkan gangguan fisik langsung dipasung oleh keluarganya.

"Kondisi itu bukannya menyebuhkan tetapi memperparah keadaan. Kami menemukan pasien semacam itu yang dipasung selama tiga bulan, setelah ditangani bisa sembuh dan kembali beraktivitas normal seperti bekerja dan berumah tangga," ujar Kepala Puskesmas Pejagoan dokter Agus Sapariyanto di sela-sela pertemuan rutin dan pembinaan bekas pengidap gangguan jiwa di Pejagoan, baru-baru ini.

Pertemuan dihadiri oleh Kepala Instalasi Keswamas RSJ Pusat Prof Dr Soerojo Magelang, dr Jofita Panggelo SpKj, psikiater RSJ Magelang dr Wijaya Ari SpKJ, Kepala Seksi Upaya Kesehatan Dasar dan Rujukan pada Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kebumen, dokter Sri Fatmawati, pejabat dari dinas terkait serta sejumlah mantan pasien pengidap penyakit jiwa.

Persoalan lain, imbuh Agus, banyak pengidap gangguan jiwa yang mengalami kekambuhan meski sudah berobat. Hal itu disebabkan oleh penanganan keluarga yang salah pasca pengobatan.

"Selain itu, stigma negatif masyarakat berdampak pada kendala penyembuhan secara sosial bagi pengidap gangguan jiwa," jelasnya.

Guna menangani kasus gangguan jiwa, Puskesmas Pejagoan tahun ini akan membangun shelter khusus bagi para penderita gangguan jiwa. Shelter ini nantinya akan menjadi rujukan dasar bagi pasien gangguan jiwa atau menjadi transit sebelum mereka siap kembali ke masyarakat. "Daya tampungnya 40 pasien," imbuh Agus.

Hingga akhir November 2013, Puskesmas Pejagoan menangani 191 pasien gangguan jiwa yang 30 diantaranya berasal dari luar Pejagoan. Dari 191 pasien, 14 orang sembuh setelah menjalani pengobatan, sementara sisanya masih menjalani rawat jalan.

Deteksi Dini

Psikiater RSJ Magelang dokter Wijaya Ari SpKJ menambahkan, semua orang memiliki kerentanan terhadap gangguan jiwa. Penyebabnya bisa karena faktor biologis, spiritual, lingkungan dan kepribadian.

"Insomnia atau gangguan tidur bisa menjadi gangguan jiwa serius kalau tidak segera ditangani," kata dia.

Pada umumnya, kasus gangguan jiwa baru terdeteksi setelah kondisinya sudah parah karena tidak ditangani sedini mungkin. Untuk itu dia menyambut baik rencana pembangunan selter khusus penderita gangguan jiwa di Puskesmas Pejagoan. "Keberadaan shelter itu juga untuk mendeteksi dini risiko gangguan jiwa warga," imbuhnya.

Dinkes Kebumen mencatat selama 2013 sebanyak 1.209 warga Kebumen teridentifikasi mengidap gangguan kejiwaan. Jumlah itu terdiri atas 727 pasien laki-laki dan 442 perempuan.

Faktor sosial ekonomi menjadi pemicu utama timbulnya gangguan jiwa. Penyebab lain seperti keturunan, lingkungan dan spriritual.

"Jumlah ini sangat mungkin bisa bertambah mengingat kasus gangguan kejiwaan masih menjadi fenomena gunung es. Artinya, jumlah riil di lapangan jauh lebih besar dari jumlah kasus yang ditemukan," ujar Kasie Upaya Kesehatan Dasar dan Rujukan dokter Sri Fatmawati.

Selama setahun terakhir puluhan penderita gangguan jiwa dikirim ke RSJ Magelang untuk mendapat pengobatan. Termasuk mereka yang dipasung oleh keluarganya. Bagi warga tak mampu, dibiayai Jamkesmas maupun Jamkesda.

"Namun ada pula yang melakukan pengobatan secara mandiri," kata Sri.

Sri mengakui pengidap gangguan jiwa masih mendapat stigma negatif di masyarakat. Banyak warga malu jika ada anggota keluarganya mengidap gangguan jiwa. Mereka enggan melaporkan ke institusi kesehatan. Kasus gangguan jiwa sangat komplek sehingga perlu keterlibatan banyak pihak. Tidak cukup ditangani dari sisi medis saja, tapi juga dari aspek kebutuhan dasar manusia.

"Mau tak mau ini merupakan tanggungjawab semua pihak," tandasnya seraya menyebutkan masyarakat memiliki peran strategis untuk penyembuhan pasien penderita gangguan jiwa. (J19-91)

sumber : suaramerdeka