97% Anak Tak Memiliki Akta Kelahiran
KEBUMEN - Plan Indonesia menyebutkan ada 97% anak di Kebumen yang tidak memiliki akta kelahiran. Di Indonesia mencapai 40%. Umumnya karena ketidakpahaman masyarakat akan pentingnya kepemilikan akta kelahiran.
Karena itu, masyarakat perlu disadarkan untuk mencatat anaknya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Kebumen. "Peran Dispendukcapil memang sangat penting dalam hal ini," kata Amrullah, Manajer Program Perlindungan dan antisipasi Anak Plan Indonesia di sela-sela seminar sehari dengan tema "Praktik Terbaik Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat di Kabupaten Kebumen," Senin (18/11).
Seminar yang berlangsung di Ruang Jatijajar Hotel Candisari, Karanganyar, kebumen itu menampilkan pembicara antara lain Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kebumen Dra Retno Yuliati MSi, dan Anggota DPRD Kabupaten Kebumen Dian Lestari Subekti Pertiwi.
Seluruh Dunia
Amrullah yang didampingi Program Unit Manager Plan Indonesia di Kabupaten Kebumen Amiruddin menjelaskan, akta kelahiran merupakan dokumen yang berlaku di seluruh dunia. Contoh kasus Wilfrida yang dijerat hukuman mati di Malaysia, akan sulit diubah karena tidak memiliki akta kelahiran. "Jika ada bukti akta kelahirannya, maka anak yang masih di bawah umur seperti Wilfrida tidak boleh dihukum mati," terangnya.
Lebih lanjut, perilaku dan persepsi terhadap anak ternyata masih berbeda-beda. Selama ini, anak tidak dipandang sebagai warga negara. "Tetapi sebagai miliknya, sehingga banyak anak mengalami dan terlibat tindak kekerasan," kata Amrullah.
Karena itu, proses penyadarannya perlu dilakukan dari masyarakat secara langsung, baik di desa-desa maupun keluarga. Inilah yang dimaksud dengan praktik terbaik perlindungan anak berbasis masyarakat. jadi, keberadaan Plan Indonesia hanya sebatas mempertemukan saja. Masyarakatlah yang bergerak sendiri, sedangkan Pemkab memfasilitasi. Selain biaya murah, sumber daya manusia juga tersedia dan mampu menciptakan akselerasi terlindunginya anak.
Menurut Amrullah, kekerasan itu mindset. Jika perilaku kita positif terhadap anak, maka anak menjadi terlindungi. "Namun jika perilaku kita negatif, maka yang terjadi adalah kekerasan terhadap anak," katanya. (K5-91)
sumber : suaramerdeka