Tinggi, Ketergantungan Kedelai Impor
KEBUMEN-Ketergantungan perajin tahu dan tempe di Kabupaten Kebumen terhadap kedalai impor sangat tinggi. Diperkirakan lebih dari 3.000 perajin tahu dan tempe di kabupaten perslogan “Beriman” ini menggunakan bahan kedelai impor sebagai bahan baku produksi mereka. Hal itu tidak ditempik oleh menejer koperasi perajin tahu tempe Indonesia (kopti) Kebumen, Sodikin.
Dampaknya saat harga kedelai impor melambung tinggi hingga tembus Rp. 8.000/kg ditingkat pengecer, para pengerajin tau dan tempe menjadi kalang kabut. “Karena komoditas impor kami yang ada didaerah tidak biasa berbuat banyak. Harapan kami adalah kebijakan pemerintah pusat,” ujar sodikin kepada Suara Merdeka, selasa (24/7).
Dia mengakui, dari sekian banyak perajin tahun dan tempe di Kebumen baru sekitar 35% yang membeli kedelai melalui kopti. Dalam sebulan, Kopti Kebumen menyalurkan sekitar 125 ton kedelai kepada sekitar 350 perajin tahu dan tempe. Selebihnya mereka membeli kepada para pedagang maupun tengkulak.
Adapun kedelai yang dibutuhkan perajin tahu dan tempe ialah kedelai impor. Menurut dia, kelemahan kedelai lokal selain harga juga lebih tinggi, biji kedelai juga lebih kecil. Saat dibuat menjadi tempe, biji kedelai tidak mengembang. Selain itu, menurut sejumlah perajin menggunakan kedelai lokal hasil produksi menjadi basi.
Perajin Dilematis
Sementara itu, sejumlah perajin tahu dan tempe mengaku dilematis dalam menghadapi kenaikan harga kedelai. Pada umumnya merek tidak berani menaikan harga jual tahu.
Mereka pun bersiasat agar usahanya tetap berjalan. Seperti dilakukan Basori (50), salah perajin tau di Kampung- kampung Kmitir yang terpaksa sedikit mengurangi ukuran tahu produksinya. “ Ini lebih baik jika dibandingkan dengan menaikan harga jual,” ujar Basori.
Hal senada disampaikan Bawon (67), perajin tahu lainnya. Dalam sehari, dia menghabiskan sebanyak 1,5 kwintal kedelai. Kendati biaya produksi membengkak, perajin yang meneruskan usaha warisan keluarga itu tidak menaikan harga tahu. ”Kalau harga dinaikan, nanti tidak ada yang mebeli,” ujar priya yang mulai menjadi perajin tahu sejak tahun 1965 tersebut.
Kepala Seksi Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan Dinas Perindagsa Agung Patuh Gunawan Ahmadi berharap kepada instansi terkait baik ditingkat propinsi dan pusat segera melakukan aksi agar harga kedelai bisa turun. (J19-86)
Sumber : Koran Suara Merdeka