Pemenuhan Hak-hak Anak Pasca Perceraian

 

KEBUMEN - Perceraian adalah berakhirnya pernikahan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian dan atas keputusan keadilan. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kebumen Perceraian di Kabupaten Kebumen dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2008 sejumlah 1.826 kasus, tahun 2009 sejumlah 2.017 kasus, tahun 2010 2.181, tahun 2011 sejumlah 2.261 kasus dan pada tahun 2012 sejumlah 2.553 kasus. Penyebab terjadinya perceraian tertinggi sebanyak 41% dikarenakan tidak ada tanggung jawab, 36% tidak ada keharmonisan, 11% karena masalah ekonomi, 6% karena gangguan pihak ketiga, 2% karena krisis moral dan 4% karena lain-lain. Data pengajuan perceraian di Kabupaten Kebumen pada tahun 2012 tertinggi dari Kecamatan Kebumen sebanyak 200.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengadilan Agama Kebumen Drs Abu Aeman SH MH saat acara Semiloka Hak Asasi Manusia di Pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen Kamis (27/6). Acara yang dihadiri oleh Wakil Bupati Kebumen Djuwarni AMd Pd, Ketua Pengadilan Agama Drs Abu Aeman SH MH, Asistem Pemerintahan Setda Kebumen Drs. Frans Haidar, MPA, Kodim 0709 Kebumen, Polres Kebumen dan SKPD terkait. Dengan menghadirkan Narasumber dari Pengadilan Agama Drs Abu Aeman SH MH, yang menyampaikan tentang Perceraian di Kabupaten Kebumen, dan dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kebumen Drs Susilo yang menyampaikan Hak Anak Korban Perceraian.

Dalam sambutannya Wakil Bupati Kebumen Djuwarni Amd Pd menyampaikan bahwa di era globalisasi sekarang, di satu sisi ada manfaatnya dan disisi lain ada efek negatifnya bagi kehidupan. Adanya HP juga merupakan salah satu sebab terjadinya perceraian. Perselingkuhan banyak terjadi karena didukung oleh alat komunikasi ini. Tayangan-tayangan TV juga bisa menjadi penyebab terjadinya perceraian.

Hak Anak

Drs Susilo dalam paparannya menjelaskan bahwa perceraian membuat anak merasa sedih dan tidak lengkap. "Mereka cenderung menjadi tidak bersemangat, gelisah, bingung, tidak dapat kosentrasi belajar, susah makan. Hampir semua penelitian mengatakan, perceraian dapat menimbulkan masalah pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Hal-hal yang dpat terjadi terhadap anak ketika ortu mengalami perceraian diantaranya anak jadi Paranoid (menghilangkan rasa percaya, kedamaian, hingga harapan anak), Anak jadi pembangkang, anak jadi minder, anak menjadi merasa bersalah dan anak mengalami perubahan perilaku seperti efek negatif dari perceraian dapat dikurangi dan bahkan diatasi jika orang tua memiliki ketrampilan pengasuhan yang baik dan memperhatikan konektivitas dan stabilitas ekonomi keluarga.

Berdasarkan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada Pasal 15 di sebutkan bahwa Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, perlibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan.

Bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh Pemerintah yaitu Hak non diskriminasi (pasal 4), Hak mendapat identitas diri (pasal 5), Hak beribadah menurut agamanya (pasal 6), Hak tahu orang tua, diasuh orang tua jika terlantar diasuh keluarga/lembaga sesuai peraturan Undang-Undang (pasal 7), Hak mendapat pelayanan kesehatan dan jaminan sosial (pasal 8), Hak mendapat pendidikan baik anak cacat/unggul (pasal 9), Hak didengar pendapatnya (pasal 10), Hak bermain, beristirahat dan berkreasi sesuai minat dan bakatnya (pasal 11), Hak rehabilitasi dan bantuan sosial bagi anak cacat (pasal 12), Hak mendapat perlindungan dari diskriminasi, ekspolitasi, penelantaran, kekejaman, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya (pasal 13), Hak diasuh orang tua sendiri (pasal 14), Hak perlindungan dari giat politik, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial dan perlibatan perang (pasal 15), Hak perlindungan dari hukuman tak manusiawi (pasal 16).(admin Kominfo)