Tahu Pong Kuwarisan ; Bertahan Dua Generasi Tanpa Pengawet
HINGGA kini beberapa daerah di Kebumen dikenal sebagai sentra produksi tahu rakyat, yakni kampung Kemitir, Krakal, Klirong dan Selang. Di antara yang masih bertahan tanpa bahan pengawet adalah tahu pong Kuwarisan, Kelurahan Pajer.
Usaha tahu pong Kuwarisan itu ditekuni dua wanita kakak beradik Gitun (60) dan Paryati (54) yang beralamat di kampung Kuwarisan RT 02/XI. Tepatnya di sebelah barat tetek sepur atau perlintasan kereta api (KA) selang.
Setiap hari dua wanita yang merupakan generasi kedua perajin tahu pong Kuwarisan itu menghabiskan 28 kg-30 kg kedelai. Salah satu kelebihan tahu pong Kuwarisan yakni rasanya gurih karena makanan ringan.
Menurut Gitun, dulu ketika usaha tahu pong masih ditekuni oleh ayahnya, Madun, pemasarannya lumayan luas. Bahkan hampir seantero Kebumen meminta tahun pong dari Kuwarisan.
Namun seiring makin banyak pengusaha tahu, kini hanya dipasarkan di Pasar Tumenggungan serta Pasar Wonosari. Paryati menambahkan, untuk bahan baku kedelai biasanya campuran dari kedelai lokal yang kecil-kecil serta kedelai impor dari China.
Bahan baku kedelai impor dipasok melalui Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Kebumen. Harga bahan baku kedelai bervariasi, yang lokal Rp 7.500/kg dan impor sekitar Rp 7.600/kg.
Cara pembuatan tahu pong Kuwarisan ini pun tergolong sederhana. Biasanya bahan baku kedelai direndam sejak pukul 03.00 sampai 07.00.
Dibantu Kakak Kandung
Paryati dibantu kakak kandung serta tiga pekerja mulai menggiling tahu itu sekitar pukul 08.00. Selanjutnya sari patinya direndam lagi, setelah mendidih segera dicetak lalu digoreng.
Ada tiga jenis tahu pong Kuwarisan, ukuran kecil, sedang dan besar. Berhubung makanan rakyat, harganya pun tergolong murah. untuk yang terkecil dijual Rp 1.000 per sepuluh biji, yang tanggung Rp 2.000 untuk sepuluh biji dan paling besar dijual Rp 2.500 atau rata-rata Rp 400/biji.
Yang menarik dari pembuatan tahu pong Kuwarisan ini yakni bahan bakarnya menggunakan sekam atau merang. Yadi untuk menggoreng dan memask memakai bahan bakar merang.
Tiap sekarung merang Rp 6.000. Dalam sehari Paryati menghabiskan sekitar lima belas karung merang serta satu liter solar untuk menghidupkan mesin giling. (komper wardopo-86)
sumber : suaramerdeka