PermenKominfo Ancaman Bagi Televisi Lokal



SEMARANG - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng meminta pemerintah mematuhi keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah menolak Permen Kominfo Nomor 22/Per/M.KOMINFO/11/2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Teresterial Penerimaan Tetap tidak Berbayar (Free to Air).

Jika pemerinah bersikeras untuk memberlakukan permen tersebut, maka hal itu bisa mengancam kelangsungan hidup televisi lokal.

Kepala KPID Jateng Budi sudaryanto menyatakan, pemberlakuan Permen Kominfo ini akan menyulitkan televisi lokal. Sebab, stasiun televisi tersebut akan menanggung beban pembiayaan yang cukup berat, seperti sewa frekuensi atau mux, sebesar antara Rp 70 juta-Rp 150 juta/bulan.

Tindak lanjut keputusan MA ini merupakan langkah awal bagi pemerintah utnuk mengevaluasi kebijakan tentang digitalisasi yang masih prematur.

Sebagaimana diketahui, penolakan itu menjadi jawaban atas dikabulkannya peninjauan kembali peraturan menteri tersebut oleh Asosiasi Televisi lokal Indonesia (Atvli).

Gulung Tikar

"Akan banyak televisi lokal yang gulung tikar apabila kebijakan ini tetap diberlakukan pada 2014. Terlebih lagi, pemilik televisi lokal dari segi bisnis hingga kini masih belum mampu mengembalikan modal awal dari usaha yang dijalaninya," jelasnya didampingi Komisioner KPID Bidang Perizinan Farhan Hilmie kepada wartawan, baru-baru ini.

Di jateng, ada 14 stasiun televisi lokal, yaitu MNC, Cakra, Kompas Tv, TVKU, TVRI, Batik TV Pekalongan, Simpang Lima Tv Pati, TATV Solo, Ratih Tv Kebumen, MGTV Magelang.

Selain itu, BSFTV, Kudus TV, Kartika Pati, dan SMTV Pati. KPI pun sebenarnya telah bersikap dan meminta pemerintah mengkaji ulang soal digitalisasi, khususnya melihat pertimbangan aspek ekonomi sosial, dan budaya. (J17H68-71)

sumber suara merdeka