Kerajinan Cething Desa Glontor masih Eksis
Bagi mayoritas warga Desa Glontor, Kecamatan Karanggayam. Kebumen aktifitas sehari-hari tidak bisa dipisahkan dari dunia pertanian. Namun di sela-sela kesibukan bertani mereka memiliki kesibukan lain yakni menganyam bambu untuk dijadikan kerajinan cething.
Keahlian menganyam bambu yang dimiliki warga desa diperbatasan Kebumen dan Banjarnegara itu diperoleh secara turun-temurun. Tidak heran jika anak-anak hingga warga yang sudah usia lanjut cekatan menganyam bambu-bambu itu mejadi sebuah sething berbagai ukuran. Dari hasil kerajinan itulan, mereka mampu bertahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Hasil pertanian daerah pegunungan yang tidak bisa diandalkan karena mengandalkan sawah tadah hujan. Setiap tahun mereka dilanda kekeringan. Dengan begitu rata-rata petani hanya bisa panen dua kali.
Itu pun tidak maksimal. Itulah sebabnya, selain beternak sapi dan kambing, kerajinan cething dan kambing, kerajinan cething bambu menjadi sandaran yang menopang kebutuhan ekonomi warga.
Rustriyati (55) warga Dusun Karangkendal, menuturkan untuk membuat satu cething kecil, dia hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Dalam sehari dia bisa membuat kurang lebih lima cething. Setiap dua kali seminggu yakni Senin dan Kamis, hasil kerajinan itu dijual di Pasar Somawangsa di Desa Gunungsari. Kepada para tengkulak, cething tersebut dijual Rp 7.500/biji.
"Untuk mengisi waktu luang. Dari pada tidak ada pekerjaan," ujar Rustriyati saat ditemui di sela-sela menganyam, baru-baru ini.
Tetap Produktif
Guna membantu ekonomi keluarga, anak-anak usai pulang sekolah pun turut membantu orang tuanya menganyam. Namun aktifitas menganyam mayoritas dilakukan oleh Ibu rumah tangga. Menganyam bambu menjadi pengisi waktu sebagian warga yang berusia lanjut agar tetap produktif.
Sementara para perempuan sibuk menganyam, kaum laki-laki mengola bambu sehingga siap dianyam. Puji Hartono (35) anak Rustriyati mengaku bahan baku berupa bambu tali diperoleh dari desa setempat. Namun sekarang ini, seiring dengan semakin berkurangnya tumbuhan bambum bahan baku dibeli dari luar desa.
"Satu batang dibeli Rp 3.000. Setelah diolah, bambu tersebut menjadi delapan cething," kata dia.
Pada bagian lain, saat ini warga Desa Glontor mengaku masih belum terkena dampak perkembangan produk plastik dan mesin penghangat nasi yang mulai menggantikan fungsi cething.
Meskipun warga terutama di perkotaan banyak yang memilik plastik namun kerajinan ini masih eksis.
"Sekarang masih gampang, tapi nggak tahu lima sampai 10 tahun mendatang," katanya seraya menyebutkan kerajinan cething sekarang ini juga dijual ke luar Jawa. (Supriyanto-91)
sumber : suaramerdeka