Pemkab Kebumen Diminta segera Tetapkan Kawasan Bebas Rokok

KEBUMEN - Setiap pemerintah daerah wajib menyediakan kawasan tanpa rokok (KTR). Hal itu juga berlaku bagi Kabupaten Kebumen. Terkait hal itu, Pemkab Kebumen diminta segera menetapkan KTR sekaligus membuat payung hukumnya berupa peraturan daerah (perda).

Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Drs H Muhammad Khambali SH MH, saat acara Workshop Kawasan Tanpa Rokok di Pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen, Kamis (15/12/2016). Workshop dihadiri oleh 150 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari Pejabat, SKPD, LSM, Pengusaha, hingga Akademisi.

Hambali mengatakan, kewajiban pemerintah daerah menetapkan KTR sudah menjadi amanat undang-undang. Yakni Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 115 ayat (2). Dalam UU tersebut disebutkan, bahwa setiap daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Mendasari aturan perundangan tersebut, Hambali pun mendorong Pemkab Kebumen segera menetapkan KTR.

"Pemerintah Kabupaten Kebumen perlu menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan membuat peraturan dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Hal mana sekaligus sebagai wujud melaksanakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 115 ayat (2)," katanya.

Hambali mengingatkan, KTR sebagai amanat Undang-undang bertujuan melindungi hak mereka yang tidak merokok untuk menghirup udara bersih dan sehat dan bebas dari asap rokok. Menurutnya, telah banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memberikan dampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri (perokok aktif). Selain itu merokok juga membahayakan bagi orang lain yang berada di sekitarnya (perokok pasif). 

Dalam rokok banyak zat adiktif antara lain, karbon monoksida, nikotin, asam asetik, naptalin, formalin, hydrogen cyanide, geranol, TAR, metanol, pyridine, methyl chloride, toluene, cinnamalde hyde. “Semua zat tersebut sangat berbahaya bagi manusia, dan bersifat adiktif yakni menimbulkan ketergantungan bagi yang mengkonsumsinya. Akan tetapi, kesadaran masyarakat untuk menghindari bahaya merokok relatif masih sangat minim,” terangnya, sembari menambahkan diperlukan solusi terbaik, untuk memberi perlindungan pada masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok baik secara pribadi maupun umum.

"Merokok memang merupakan hak, akan tetapi merokok bukanlah hak yang bersifat asasi (hak asasi manusia). Ada hak yang lebih tinggi daripada merokok yakni hak seseorang untuk mendapat udara bersih dan hidup sehat,” kata Hambali.

Di Indonesia lanjutnya, telah banyak peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah rokok. Ini diberlakukan sebagai upaya perlindungan masyarakat terhadap dampak asap rokok. Beberapa undang-undang tersebut yakni, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Juga ada  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Termasuk, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 

"Selain itu banyak pula Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan persoalan merokok diantaranya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara serta aturan lain yang diatur dalam Instruksi Menteri Kesehatan," katanya. (mam)  (kebumenekspres.com)