Mengenal Situs Geologi Gunung Parang
KARANGSAMBUNG – Peledakan situs batuan tua di bukit Gunung Parang Desa/Kecamatan Karangsambung Kebumen oleh penambang di kawasan Cagar Alam Geologi Nasional Karangsambung, telah dihentikan oleh Tim Pemerintah Provinsi Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Lalu seberapa istimewa situs Gunung Parang?
Gunung Parang adalah situs hasil intrusi, yaitu magma (bahan gunung berapi) yang terdiiri dari bahan cair, pijar, dan panas dari perut bumi yang menerobos menuju ke permukaan namun terlanjur membeku sebelum bisa muncul ke permukaan untuk menjadi gunung berapi. Gunung ini boleh dikatakan batal menjadi gunung api karena terbentuk hanya di bawah permukaan berjuta tahun silam.
Sejalan dengan waktu, tanah di atas intrusi ini kemudian tererosi sehingga memunculkan sebuah bukit yang mengggambarkan peristiwa proses pembentukan batuan penyusun kulit bumi ini. Secara fisik situs Gunung Parang terlihat membentuk tiang-tiang batu berkekar kolom. Batuannya disebut sebagai batu diabas yang dicirikan oleh butiran mineral plagioklas berwarna putih, terlihat seperti beras yang berserakan.
Cerita Rakyat
Uniknya, terdapat kemiripan cerita rakyat dengan ilmu geologi Gunung Parang. Penduduk setempat yang mengenal Gunung Parang dengan sebutan Gunung Wurung menamai berdasarkan cerita rakyat yang sempat dikenal warga setempat. Kisahnya, suatu ketika pada zaman dahulu di wilayah ini para dewa mempunyai hajat membangun sebuah gunung yang direncanakan akan dikerjakan dalam semalam dan manusia tak boleh sampai melihatnya.
Pada hari menjelang senja, mulailah para dewa itu membangun gunung dari tiang-tiang batu. Dikisahkan juga, ketika gunung itu hampir selesai saat hari menjelang pagi, ada seorang gadis yang turun ke sungai (Luk Ulo) di kaki gunung itu untuk mencuci beras. Gadis itu terperanjat ketika di hadapannya terlihat sebuah bukit. Gadis itu ketakutan, naik ke darat, dan berlari menjauh sehingga beras yang hendak dicucinya terlempar (dilemparkan).
Para dewa yang menyadari ada manusia telah menyaksikan kerja mereka segera meninggalkan dan tidak melanjutkan pembangunan gunung yang telanjur separo jadi tersebut. Oleh karena itu, penduduk setempat menamainya Gunung Wurung. Wurung dalam bahasa Jawa setempat berarti batal atau tidak jadi. Lepas dari cerit rakyat tersebut alangkah baiknya jika warga dan pemda setempa untuk melindungi dan menjaga situs penting bagi ilmu gelologi Indonesia tersebut. (BS/ LintasKebumen©2015)