Pesantren Lebih Responsif Gender
KEBUMEN – Selama ini pesantren justru telah lama menerapkan responsif gender. Penegasan itu disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Al Istiqomah Desa Tanjungsari, Petanahan, Kebumen yang juga intelektual muda NU KH Ali Muin Lc MA MPd kemarin. “Di pondok pesantren kami sudah sejak 2008 menampung anak-anak perempuan korban KDRT.
Bahkan ada anak kelas tiga SMA yang hamil dikeluarkan dari sekolah, kami terima dan tetap bisa ikut UN hingga tamat dan bekerja,” tandas Ali Muin saat dengar pendapat membahas Raperda Pengarusutamaan Gender (PUG) di DPRD Kebumen.
Dengar pendapat dipimpin Ketua Pansus I DPRD Aksin didampingi Wakil Ketua Danang Adi Nugroho dan Sekretaris Sudarmaji, diikuti unsur pejabat eksekutif, camat dan kades serta perguruan tinggi, praktisi hukum dan organisasi wanita.
Tampak hadir Asisten I Sekda Mahmud Fauzi, Asisten II Sekda Tri Haryono, Sekretaris Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Udi Cahyono.
Ali Muin menambahkan, di pesantrennya yang juga memiliki lembaga pendidikan formal saat ini ada 240 santri putri dan 218 laki-laki. Untuk berbagai fasilitas, seperti toilet dan kamar tidur pun lebih banyak untuk perempuan. “Sebagai bukti pesantren kami responsif gender, santri laki-laki diharuskan memasak dan mencuci sendiri,” tandas dia.
Harus Aplikatif
Asisten II Sekda Tri Haryono mengungkapkan, hendaknya perlu dipahami pengertian gender bukan semata-mata menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki di semua tingkatan dan posisi di birokrasi. Namun melalui Raperda PUG itu diharapkan ada pemahaman sejak dari perencanaan dan anggaran di setiap SKPD harus responsif gender.
Ketua Pansus Aksin menyatakan, bila raperda telah ditetapkan menjadi Perda, semua pihak di legislatif, eksekutif dan masyarakat terikat untuk melaksanakan perda tersebut. Artinya, semua SKPD dan instansi pemerintah hingga masyarakat harus siap menjalankan kebijakan yang responsif gender, sehingga perda itu harus aplikatif.
Aktivis bantuan hukum Umi Mujiati mengungkapkan, Raperda PUG juga mengandung nilai moral yang mengikat semua pihak. Adapun tujuannya lebih memperjuangkan kesetaraan dan keadilan serta melindungi kaum perempuan. Raperda tersebut akan menjadi landasan dan pedoman hukum bagi semua SKPD dan masyarakat. (B3-32)
sumber : suaramerdeka.com