16 Mahasiswa Raih Cumlaude ; IAINU Gelar Wisuda
KEBUMEN – Sebanyak 382 mahasiswa Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen diwisuda, Sabtu (27/12). Pelaksanaan wisuda tersebut untuk kali pertama sejak Perguruan Tinggi (PT) tersebut berubah nama dari Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) menjadi IAINU. Dari sebanyak 382 mahasiswa yang diwisuda tersebut, enam di antaranya pascasarjana IAINU dan 76 mahasiswa S-1 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Berbeda dari saat masih bernama STAINU, wisuda kali ini menampilkan lulusan terbaik sebanyak 16 mahasiswa yang memperoleh predikat cumlaude. Mereka duduk di deretan depan. Tiga lulusan terbaik atas nama Siti Nurohmah, Asofiani, dan Annisaul Wahidah. Masing-masing diberi penghargaan yang diserahkan oleh Wakil Bupati Kebumen, Djuwarni.
Prosesi pemindahan tali kuncir dari kiri ke kanan untuk mahasiswa yang memperoleh predikat cumlaude dilakukan langsung oleh Rektor IAINU DR Imam Satibi. Dalam prosesi wisuda tersebut, Imam Satibi juga melakukan hal sama untuk mahasiswa pascasarjana.
Selanjutnya, pemindahan kuncir dari kiri ke kanan dilakukan oleh Wakil Rektor I Slamet Mujiono MHum, Wakil Rektor 2 Drs H Hartono MPdI, Wakil Rektor 3 Drs H Mahrur Adam Maulana MAg, dan Dekan Fakultas Tarbiyah Fikria Najitama MSi.
Kuasai Teknologi
Wisuda tersebut dihadiri Wakil Bupati Djuwarni, Sekda Adi Pandoyo, Sekretaris Kopertais X Jateng DR Arif Junaidi MAg, Sekjen PBNU DR Marsudi, dan Ketua PCNU Kebumen KH Masykur Rozaq.
Djuwarni menyampaikan terima kasih atas kiprah IAINU dalam mendidik putra-putri bangsa. Mengingat, untuk mengenyam pendidikan tinggi yang berkualitas ternyata tidak perlu ke luar kota.
”Beruntung wisudawan kuliah di Kebumen karena tidak mengeluarkan biaya yang tinggi,” kata Djuwarni sembari menambahkan, pihaknya pun mengapresiasi karena tidak ada rumus bagi lulusan IAINU menganggur.
Dr Arif Junaidi MAg berharap pendidikan IAINU seperti di Jepang. Pihaknya pun mengisahkan saat Jepang dibom atom, di mana yang ditanyakan Kaisar pada saat itu yakni berapa jumlah guru yang masih hidup.
Jadi, betapa penting guru, sehingga Jepang pun mampu menguasai teknologi sedemikian pesatnya hingga sekarang. DR Imam Satibi meminta agar jangan menjadi sarjana ekstrem dan radikal, tapi yang rahmatalllikngalamin (rahmat bagi seluruh alam). ”Dan juga cakap bersahaja,” imbuhnya.
Marsudi menekankan pentingnya untuk berbuat untuk orang banyak. Selain itu kreatif dan menjadi penggerak dalam perubahan ke arah yang lebih baik. ”Lakukan sekarang, jangan tunda-tunda,” pintanya. (K5-78)
sumber : suaramerdeka