Sagon Kelapa Bertahan di Tengah Serbuan Kue Pabrikan
KUE-kering menjadi makanan favorit suguhan tamu saat Lebaran. Di tengah serbuan kue produksi pabrik, sejumlah kue tradisional seperti sagon kelapa, kue semprong, bolu emprit, dan roti kacang masih bertahan.
Sejak sebulan menjelang Ramadhan, para perajin kue kering kebanjiran pesanan. Seperti dialami Munjahiyah (57) perajin sagon kelapa di Dusun Tegalsari, Desa Kebulusan, Kecamatan Pejagoan, Kebumen. Perempuan menekuni usaha sagon kelapa sejak 30 tahun lalu itu mengaku produksinya meningkat empat kali lipat dibanding dengan hari biasa.
Dengan dibantu oleh lima tenaga kerja yang masih famili, dalam sehari dia menghabiskan 1 kwintal tepung ketan dan 250 butir kelapa. Rata-rata bekerja mulai setelah sahur dan selesai sebelum berbuka puasa. Padahal pada hari biasa, dia tidak setiap hari memproduksi sagon.
Dalam seminggu produksinya hanya dilakukan tiga hari dan baisa lebih jika ada pesanan. "Menjelang Lebaran seperti ini, pesanan lebih banyak. Bahkan sampai tidak semua pesanan bisa saya sanggupi," ujar Munjahiyah saat ditemui Suara Merdeka di rumahnya, Senin (6/8).
Dia mengakui, kue kering tradisional seperti sagon semakin meredup popularitasnya. Dari tahun ke tahun permintaan mengalami penurunan.
Sebelum tahun 2000, setiap hari dia memproduksi penganan berbahan baku tepung ketan, gula pasir dan kelapa itu. Namun saat ini hanya seminggu tiga kali saja. "Pembuatan hanya untuk memenuhi pesanan langganan dan sebagian dijual di pasar," imbuh Munjahiyah seraya menyebutkan sagon yang dijual tanpa merek itu kemudian dipasarkan dengan harga Rp 15.000/kg.
Tanpa Pengawet
Dalam memproduksi sagon kelapa, Munjahiyah mengaku tidak menggunakan bahan pengawet maupun pemanis buatan. Seluruh produksinya memakai gula asli. Meski tanpa pengawet sagon produksinya mampu bertahan hingga tiga bulan.
Munjahiyah mengakui, kue tradisional yang diproduksi oleh para perajin rumah tangga di Kebumen memang masih sederhana baik dari sisi kemasan maupun bentuknya.
Hal itu berbeda dengan kue kemasan buatan pabrik yang lebih menarik. Untuk itu diperlukan inovasi dari para perajin agar penganan tradisional khas Kebumen itu mampu bisa bersaing dengan kue buatan pabrik.
Sementara itu, penurunan produksi kue tradisional juga dialami para perajin di Desa Surotrunan, Kecamatan Alian. Saat masih berjaya, di sentra industri kue kering itu, meski buan menjelang Lebaran, para perajin bisa menghasilkan ratusan kilogram kue kering setiap hari. Mereka juga mudah memasarkan kue buatan mereka kepada pedagang. "Namun saat ini toko-toko sudah enggan dititipi kue kering dengan alasan kurang laku," ujar Asmuni, salah seorang perajin. (Supriyanto-91)
sumber : koran suaramerdeka