Warga Syukuri Panen lewat Tradisi Guyuban

 

MASYARAKAT di Desa Pasir, Kecamatan Ayah, Kebumen memiliki tradisi unik yang digelar setahun sekali persisnya pascapanen musim rendeng. Tradisi Guyuban yang biasanya digelar pada April-Mei itu sebagai ungkapan rasa syukur atas melipahnya hasil panen.

Tradisi semacam merti bumi itu berlangsung selama dua hari, yakni sejak Jumat Legi dan berakhir Sabtu Pahing. Acara dimulai dengan penyembelihan kerbau jantan pada Jumat. Selanjutnya daging kerbau itu dibagikan kepada seluruh warga desa.

Pada malam harinya, warga sibuk memasak daging kerbau tersebut, serta aneka makanan akan dibawa pada acara guyuban.

Ritual inti dimulai Sabtu selepas zuhur. Ratusan pemuda dan bocah angon mengarak tali dadung pengikat hewan ternak bersama tumpeng, dan aneka sesaji keliling kampung. Arak-arakan diantar oleh kesenian tradisional ebleg itu dimulai dari balai desa. Arak-arakan diakhiri dengan melarung aneka sesaji, dan tumpeng ke laut.

Adapun tali dadung yang mereka bawa dicuci di tempat itu. Setelah selesai melarung, rombongan tukang angon kembali ke balai desa mengikuti kenduri bersama. Acara dilanjutkan pementasan kuda lumping, dan kesenian tayuban.

Aneka Tenong

Acara untuk anak-anak muda berakhir menjelang maghrib. Selanjutnya, giliran orang-orang dewasa dimulai setelah waktu Maghrib tiba. Sedikitnya 594 keluarga membawa aneka makanan menggunakan tenong ke balai desa.

Makanan yang terdiri atas aneka jajanan pasar, dan nasi serta lauk pauknya itu untuk didoakan pada kenduri akbar dipimpin sesepuh desa setempat.

Setelah didoakan, makanan itu mereka santap sendiri. Sedangkan sisanya saling tukar sesama warga lain. Setelah kenduri usai, kata dia, warga dihibur dengan kesenian tradisional tayuban.

Kepala Desa Pasir, Sukamso menjelaskan, tradisi unik ini sudah ada sejak 1921. Akan tetapi pernah mengalami kevakuman pada 1985. Sejak dirinya menjabat kepala desa mulai 2007 tradisi itu dihidupkan kembali. Melalui kegiatan tersebut masyarakat diharapkan semakin guyub.

"Kegiatan semacam ini merupakan bagian kearifan lokal yang harus dilestarikan," ujar kepala desa yang menjabat dua periode ini berharap agar tradisi tersebut bisa dipertahankan di masa mendatang meski ia tak lagi menjabat kepala desa. ( Supriyanto-52)

sumber : suaramerdeka