Masjid Agung Kebumen - Sejarah Belum Didukung Sumber Tertulis

 

KEBERADAAN Masjid Agung Kebumen tak bisa dilepaskan dari sosok KH Imanadi. Dialah pendiri masjid yang saat ini telah berumur 181 tahun itu. Hampir dua abad berdiri, masjid agung yang berada di sebelah barat Alun-alun Kebumen itu  masih kokoh berdiri.

KH Imanadi merupakan putra Kiai Nurmadin atau Pangeran Nurudin bin Pangeran Abdurahman alias Kiai Marbut Roworejo. KH Imanadi merupakan salah satu penggawa Pangeran Diponegoro yang gigih melawan penjajah. Dia merupakan seorang ahli fikih dan hukum ketatanegaraan. Ulama yang diyakini hidup pada 1775-1850 M itu dimakamkan di Dusun Pesucen, Desa Wonosari, Kecamatan/Kabupaten kebumen.

Belum ada referensi tertulis yang bisa dijadikan rujukan untuk menyingkap sejarah berdirinya Masjid Agung "Kauman" Kebumen itu. Sumber yang bisa dijadikan patokan hanyalah cerita lisan turun-temurun, termasuk dari keturunan KH Imanadi yang masih hidup.

Salah satu keturunan ke-6 KH Imanadi, Muhammad Sudjangi (53) menuturkan, saat perang Diponegoro (1825-1830), KH Imanadi yang paling gigih menentang Belanda. Saat ini, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah dikuasai Belanda. Pangeran Diponegoro menjadi Hamengku Buwono IV (1814-1822 M). Padahal mestinya Pangeran Diponegoro yang berhak menjadi Sultan.

Kegigihan Imanadi yang pernah bermukim di Mekah sekaligus menunaikan ibadah haji melanjutkan perjuangan ayahnya Kiai Nurmadin dan kakeknya Pangeran Abdurrohman atau Kiai Marbut. Kiai Marbut diyakini saudara kandung Pangeran Diponegoro yang juga putra kandung Hamengku Buwono III.

Saat itu, Pangeran Abdurahman diperintahkan Keraton Ngayogyakarta untuk mencari kakak kandungnya yakni Kiai Mursid yang pergi entah ke mana. Dia kontra dengan keraton yang sudah dikuasai Belanda. Singkat cerita, Pangeran Abdurahman bertemu dengan Kiai Mursid di tempat lain yang sekarang diberi nama Desa Roworejo.

Maksud hati ingin mengajak kakaknya pulang, namun justru yang terjadi sebaliknya. Kiai Mursid meminta Pangeran Abdurahman untuk tidak pulang dan bersama-sama melawan Belanda. Akhirnya dia menerima dan bermukim di Desa Roworejo. Sedangkan Kiai Mursid pindah ke Legok, Pejagoan beranak pinak dan mendirikan Masjid Legok. Makam Kiai Mursid berada di belakang masjid tersebut.

Menurut Sudjangi, Adipati Arungbingang IV yang menjadi penguasa Kebumen saat ini berkenan mengeluarkan KH Imanadi dari penjara karena menjadi tahanan politik Belanda. Arungbinang IV konon mendapat wangsit jika ingin kuat maka harus menemui dan bekerja sama dengan KH Imanadi yang menjadi tahanan politik. Bahkan KH Imanadi diangkat menjadi Penghulu Landrat atau Kepala Depag dan Pengadilan agama pertama di Kebumen.

Setelah diangkat Penghulu Landrat I dengan didampingi KH Zaenal Abidin Banjursari Buluspesantren, KH Imanadi diberi hadiah tanah yang cukup luas di barat Alun-alun Kebumen yang kini dikenal dengan Dusun Kauman. Sebagian tanahnya seluas 1.872 m2 diwakafkan untuk pembangunan masjid tahun 1832 M. Masjid itu hingga kini dikenal sebagai Masjid agung Kauman Kebumen.

Bantuan Khodam

Ulama kharismatik itu tidak mau asal-asalan memilih kayu untuk soko guru. Dia mendatangkan kayu jati dari Kadipaten Ambal. KH Imanadi memboyong empat pohon jati, padahal jarak Ambal-Kebumen sekitar 25 kilometer. Dalam versi lainnya kayu jati yang digunakan sebagai soko guru diambil dari hutan di wilayah selatan Kebumen yakni Buayan dan Petanahan.

Pemasangan empat soko guru itu, konon dilakukan hanya dalam waktu semalam. Yakni atas bantuan Khodam (jin Islam-red) yang bernama Jin Taliwangsa atau Syekh Abdurahman dari Timur Tengah. Jin Islam itu kala tanding dengan KH Imanadi di Mekkah. Lalu dia minta ikut KH Imanadi kembali ke Kebumen. Konon jin tersebut hingga saat ini masih menghuni di masjid tersebut.

"Dia diperbolehkan ikut asalkan tidak mengganggu anak cucu keturunan KH Imanadi di Kebumen," ujar Sudjangi menyebutkan cerita itu diperoleh dari turun temurun dari keluarganya.

Empat soko guru masjid pusat kegiatan Islam di Kebumen itu sampai sekarang masih digunakan sebagai tiang penyangga masjid meskipun sudah dibantu cor. Namun kayu jati aslinya tetap digunakan. Itu untuk mempertahankan nilai sejarah soko guru masjid. Sejak didirikan 1832 M Masjid Agung sudah lima kali direnovasi. Renovasi paling besar dilakukan pada 2005.

"Masjid yang berdiri diatas tanah seluas 1.872 m2 itu sudah tidak mampu menampung jamaah. Akhirnya disepakati untuk ditingkat," imbuh Sudjangi yang merupakan Ketua Bidang Idaroh Takmir Masjid Agung Kebumen. Di depan masjid, dulu terdapat kolam untuk wudhu yang mengandalkan air dari saluran irigasi yang ada di tepi jalan. Namun sekarang sudah dipindah ke sebelah utara. Hingga sekarang Imam Masjid Agung sudah berganti 20 kali yang sebagian besar masih keturunan KH Imanadi.

KH Imanadi yang menikah dua perempuan dan dikaruniai delapan putra. Dia juga meninggalkan 12 tombak pusaka yang digunakan untuk berperang melawan penjajah Belanda. Dulu 12 tombak itu sering dicuci dan dirawat. Namun sekarang tombak disimpan di gudang Masjid. (Supriyanto-45)

sumber : suaramerdeka